Tasikmalaya – Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Hotel Santika, Rabu (17/9/2025), menghadirkan pakar marketing, akademisi, pejabat pemerintah, dan pelaku usaha bordir. Kegiatan ini bertujuan memvalidasi model penelitian Customer Journey Mapping (CJM) berbasis storytelling budaya dan potensi pasar.
Acara diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Politeknik Triguna dengan ketua peneliti Lina (Ketua Prodi SIB), Fahmi (Wadir Kemahaiswaan), Dina (Ketua LPPM) dan tim dosen penerima hibah penelitian.

Hasil riset ini diharapkan mampu menghadirkan solusi strategis bagi keberlangsungan usaha bordir dan anyaman di Tasikmalaya. Dalam forum ini, model CJM yang ditawarkan dipresentasikan, dikritisi, dan diperbaiki dengan mempertimbangkan teori sekaligus pengalaman nyata pelaku usaha.
Sentuhan Emosional dalam CJM
Seluruh peserta FGD, mulai dari pakar hingga pelaku usaha, sepakat bahwa setiap fase dalam CJM harus menyentuh sisi emosional pelanggan. Dengan demikian, pelanggan bukan hanya bertransaksi, melainkan juga merasakan pengalaman berbelanja yang berkesan sehingga tumbuh loyalitas.
Salah satu aspek yang dianggap paling kuat adalah kehadiran storytelling. Cerita tentang perjuangan pengusaha lokal, makna motif, dan sejarah bordir diyakini mampu menumbuhkan keterikatan emosional pelanggan.
Pandangan Beragam Narasumber
Kartawan professor ahli marketing, selaku pakar menekankan pentingnya co-creation atau keterlibatan pelanggan dalam menciptakan pengalaman. Dadan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdag) menambahkan bahwa storytelling perlu diformulasikan dalam bentuk panduan yang bisa dipraktikkan pelaku usaha.
Yopi sebagai pengusaha Yolla Bordir, menegaskan bahwa emosi harus ditumbuhkan sejak sebelum proses pembelian dimulai. Sementara itu, Deri sebagai Kepala Pasar menekankan urgensi mengintegrasikan pasar online dan offline agar jangkauan pelanggan semakin luas.
Menuju Prototipe Aplikasi
Penelitian ini tidak berhenti pada tataran akademik. Tim Politeknik Triguna menargetkan model hasil riset ini dapat dikembangkan menjadi prototipe aplikasi yang praktis. Aplikasi tersebut nantinya bisa digunakan pelaku usaha industri kreatif, khususnya sektor bordir dan anyaman, untuk mengoptimalkan pemasaran berbasis pengalaman emosional pelanggan.
“Melalui model ini, pelaku usaha tidak hanya menjual produk, tetapi juga menghadirkan cerita dan nilai budaya yang membuat pelanggan semakin terikat,” ujar salah satu peneliti, Lina, usai diskusi.