Kutim – Kasus pelecehan seksual oleh oknum pengasuh sekaligus tenaga pengajar di Pondok Pesantren (Ponpes) di Kutai Timur (Kutim) kembali mencuat, memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan, menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku tanpa menimbulkan diskriminasi terhadap tokoh pendidikan.
“Ini salah satu lembaga pendidikan kita yang sering terjadi. Kita berharap tidak ada opini dari wartawan dan lain-lain. Kami tidak ingin ada diskriminasi terhadap tokoh pendidik kyai, ustad,” kata Yan beberapa hari lalu.
Meskipun demikian, Yan menegaskan bahwa pelaku yang merupakan oknum guru harus dihukum karena perbuatannya yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan dan merusak mental anak-anak.
Yan juga menyoroti pentingnya sosialisasi peraturan daerah (perda) yang telah disahkan untuk melindungi perempuan dan anak.
“Saya kira dengan perda-perda yang sudah disahkan, kita perlu mendorong sosialisasi perda agar bisa dilaksanakan,” jelasnya.
Namun, ia mengakui bahwa pelaksanaan peraturan tersebut belum maksimal karena anggaran yang terbatas dari dinas terkait.
“Kalau sisi aturan kita sudah punya lengkap, kita punya peraturan tentang perlindungan perempuan dan anak. Tinggal kita bagaimana mau berupaya melaksanakan. Mungkin dalam pelaksanaannya saya lihat belum maksimal, karena berkaitan dengan anggaran yang kecil dari dinas terkait,” tambah Yan.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan anggaran yang cukup untuk memastikan perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa terlaksana dengan baik.
Kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan menimbulkan keprihatinan mendalam dan menuntut tindakan nyata dari semua pihak untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
DPRD Kutim berkomitmen untuk terus mendorong pemerintah dalam menyediakan anggaran yang memadai guna mendukung pelaksanaan peraturan perlindungan perempuan dan anak.

