Samarinda – Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry, menyerukan revisi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2024 yang dinilai tidak cukup responsif terhadap kebutuhan konkret masyarakat pedesaan.

Dorongan ini muncul sebagai respons atas kendala yang kerap dialami desa dan kelurahan dalam mengakses bantuan keuangan provinsi. Menurut Sarkowi, Pergub yang merupakan revisi dari regulasi sebelumnya itu terlalu membatasi, sehingga menghambat penyaluran dana untuk proyek-proyek kecil namun vital.

“Kami sudah kirim surat ke Gubernur agar Pergub tersebut direvisi. Kita ingin bantuan keuangan provinsi bisa langsung menyentuh masyarakat desa,” ujar Sarkowi saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

Pergub 21/2024 sendiri mengatur prosedur kompleks mulai dari penganggaran, penyaluran, penatausahaan hingga pelaporan dan evaluasi dana bantuan. Sayangnya, menurut Sarkowi, regulasi ini kurang fleksibel untuk kebutuhan desa yang umumnya berskala kecil namun mendesak.

Ia mencontohkan banyak desa hanya memerlukan sekitar Rp200 juta untuk membangun jalan lingkungan atau sarana pertanian. Namun, karena regulasi hanya memfasilitasi proyek-proyek besar, dana tersebut sulit disalurkan tepat sasaran.

“Faktanya, di desa mereka tidak butuh miliaran, tapi cukup dengan 200 juta untuk keperluan mendesak. Ini yang harus diwadahi,” tegasnya.

Sarkowi menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upayanya mempercepat pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), wilayah pemilihannya yang memiliki tantangan geografis cukup luas meskipun dengan APBD yang besar.

Ia juga menyampaikan bahwa Ketua DPRD Kaltim telah menandatangani dukungan terhadap usulan revisi Pergub tersebut, dan diharapkan mulai tahun 2026 kebijakan baru sudah dapat diimplementasikan.

Lebih lanjut, ia menyoroti sektor pertanian sebagai kebutuhan utama warga desa. Sarkowi menilai penting untuk memperkuat infrastruktur pendukung seperti jalan usaha tani, serta penyediaan bibit dan alat pertanian dalam program bantuan.

“Semua sudah kami input, tinggal melihat kapasitas fiskal daerah memungkinkan atau tidak,” katanya.

Seruan ini menjadi sinyal kuat bahwa desentralisasi bantuan harus mempertimbangkan realitas desa, bukan semata mengikuti angka dan struktur birokrasi.

Silakan Bekomentar
Share.
Exit mobile version