Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu mendesak agar lahan seluas 100 hektare di Marangkayu, Kutai Kartanegara, segera dikembalikan ke tangan rakyat. Lahan yang telah digarap warga sejak 1960-an itu kini menjadi sengketa setelah diklaim sebagai bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN XIII, meski izinnya disebut telah berakhir pada 2020.
Baharuddin menyuarakan kegelisahan itu usai Rapat Paripurna di Gedung B DPRD Kaltim, Rabu 9 Juli 2025. Ia menyatakan bahwa sejak awal pembangunan Bendungan Marangkayu pada 2007, proses ganti rugi berjalan normal, termasuk pembayaran tahap pertama senilai Rp3,8 miliar. Namun situasi berubah drastis ketika PTPN XIII muncul dan mengklaim lahan rakyat sebagai bagian dari HGU mereka pada 2017.
“Sejak 2007 sampai 2017 aman, tidak ada persoalan. Tapi mendadak muncul dokumen HGU yang tidak pernah kami tahu. Warga dan pemerintah desa tidak pernah diberi informasi soal itu,” ungkap Baharuddin.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar lahan yang diklaim sebagai kebun karet oleh PTPN XIII itu sejatinya adalah sawah rakyat yang telah digarap turun-temurun. Tidak pernah ada penanaman karet di wilayah tersebut, kata Baharuddin, melainkan digunakan sepenuhnya untuk pertanian padi.
“PTPN XIII bilang itu kebun karet, padahal tanah itu sawah rakyat. Selama puluhan tahun tidak pernah ada gangguan, tiba-tiba sekarang diklaim perusahaan,” jelasnya.
Akibat klaim tersebut, dana ganti rugi senilai Rp39 miliar yang seharusnya diterima warga justru dititipkan ke pengadilan melalui mekanisme konsinyasi. Proses hukum masih berlanjut dan warga kalah di tingkat pertama, kini sedang mengajukan kasasi.
“Rakyat sangat dirugikan. Harusnya mereka sudah bisa terima ganti rugi, tapi sekarang uangnya tertahan dan belum jelas kapan bisa dicairkan,” ucapnya.
Baharuddin pun mengecam sikap PTPN XIII yang dinilai tidak proaktif menyelesaikan masalah ini. Ia bahkan menyindir pimpinan perusahaan pelat merah tersebut yang hadir di rapat hanya sebagai “patung”.
“Kalau memang tidak bisa ambil keputusan, jangan cuma duduk di rapat. Kalau perlu saya belikan tiket agar mereka bisa benar-benar turun ke lapangan dan lihat kondisi rakyat,” sindir Baharuddin.
Lebih memprihatinkan lagi, air dari Bendungan Marangkayu yang telah mulai tergenang justru merendam rumah-rumah warga di sekitarnya. Beberapa rumah hanya menyisakan atap, dan warga kini harus menggunakan perahu untuk menjangkau kebun mereka.
“Banyak rumah tenggelam, tinggal atap saja. Rakyat sekarang ke kebun pakai perahu. Ini bukan sekadar masalah tanah, tapi menyangkut kelangsungan hidup,” tambahnya.
Ia juga meminta pemerintah pusat, khususnya Menteri BUMN Erick Thohir, untuk turun tangan langsung meninjau kebenaran klaim HGU dan kondisi warga yang terdampak. Baharuddin mengaku telah melaporkan masalah ini ke anggota DPD RI daerah pemilihan Kalimantan Timur, yakni Andi Sofyan Hasdam dan Yulianus Henock Sumual.
“Kami sudah kirimkan laporan ke pusat. Kami minta Menteri BUMN segera turun langsung ke Marangkayu. Jangan biarkan rakyat terus menunggu keadilan yang tidak pasti,” pungkasnya.


