Balikpapan – Hotel Royal Suite di Balikpapan tengah menjadi pusat sorotan DPRD Kalimantan Timur. Bangunan yang semula dirancang sebagai guest house kini beralih fungsi menjadi hotel berbintang, namun tanpa penyesuaian kontrak resmi yang seharusnya dilakukan dengan pemerintah.
Kunjungan kerja yang dilakukan Komisi I DPRD Kaltim bersama Ketua DPRD, Hasanuddin Mas’ud, Kamis (15/5/2025), mengungkap adanya penyimpangan dalam pengelolaan aset daerah tersebut.
Hotel tersebut berdiri di atas lahan milik Pemkot Balikpapan namun terdaftar sebagai bagian dari aset Pemerintah Provinsi Kaltim, dan dikelola oleh mitra swasta melalui skema kerja sama.
Dalam pertemuan yang dilakukan di lokasi, rombongan legislatif menemukan bahwa sejumlah kewajiban mitra swasta belum dijalankan sebagaimana tertera dalam kontrak. Hasanuddin Mas’ud, atau yang akrab disapa Hamas, menilai bahwa hal ini menunjukkan indikasi wanprestasi oleh pihak pengelola.
“Kontrak kerja sama ini sudah lama berjalan, tetapi banyak kewajiban yang tidak dilaksanakan. Ini bukan persoalan administrasi semata, tapi soal komitmen terhadap aset publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hamas menekankan bahwa alih fungsi tanpa dasar kontrak yang kuat merupakan bentuk pelanggaran yang dapat menggerus pendapatan daerah dan merusak kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintah.
“Alih fungsi bangunan tanpa kesesuaian dengan kontrak awal menunjukkan kurangnya akuntabilitas. Kami tidak bisa tinggal diam,” tambahnya.
DPRD membuka peluang untuk merekomendasikan pemutusan kontrak kerja sama jika dalam waktu dekat tidak ada perbaikan konkret dari pihak mitra. Forum terbatas yang digelar usai kunjungan menyepakati pentingnya tindakan tegas agar tidak terjadi preseden serupa di masa mendatang.
Anggota Komisi I yang turut dalam kunjungan juga mendesak transparansi penuh dalam pelaporan kontribusi keuangan dari pengelola hotel kepada pemerintah. Mereka menilai perlu adanya pengawasan yang lebih sistematis terhadap semua bentuk pemanfaatan aset daerah.
Hamas menyampaikan bahwa DPRD Kaltim akan memperketat evaluasi terhadap semua perjanjian kerja sama yang melibatkan aset daerah mulai tahun 2025. Semua bentuk pelanggaran atau pengabaian kewajiban akan menjadi dasar dalam evaluasi tersebut.
“Kalau tidak ada perubahan sikap dari mitra, bukan tak mungkin kita rekomendasikan pemutusan kontrak. Kita tidak bisa terus membiarkan aset publik dikelola seenaknya,” ujarnya.
Sebagai bagian dari langkah korektif, DPRD juga berencana membentuk tim khusus untuk mengevaluasi seluruh kerja sama pengelolaan aset pemerintah provinsi, termasuk proyek serupa di berbagai daerah. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola aset yang profesional dan berpihak pada kepentingan publik.


