Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti fenomena rangkap jabatan pejabat publik. Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melarang wakil menteri merangkap jabatan, KPK menilai aturan teknis berupa peraturan presiden mutlak dibutuhkan agar kebijakan ini berjalan efektif.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menegaskan bahwa pemerintah perlu segera menerbitkan regulasi turunan yang jelas. Putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang diketok pada 28 Agustus lalu, menurutnya, hanya memberikan payung hukum umum. Sementara itu, definisi, ruang lingkup, serta sanksi bagi pejabat yang melanggar harus dijabarkan lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir.
“Mendorong lahirnya peraturan presiden atau peraturan pemerintah yang secara jelas mengatur definisi, ruang lingkup, daftar larangan jabatan, serta sanksi terkait konflik kepentingan dan rangkap jabatan,” ujar Aminudin, Kamis (18/9/2025).
Ia menambahkan, aturan baru nantinya harus diselaraskan dengan berbagai undang-undang lain, mulai dari UU BUMN, UU Pelayanan Publik, UU ASN, hingga UU Administrasi Pemerintahan. Sinkronisasi itu penting agar kebijakan berjalan konsisten tanpa menimbulkan celah hukum.
Selain mendorong regulasi, KPK juga memberikan sejumlah rekomendasi. Salah satunya adalah reformasi sistem remunerasi pejabat publik melalui penerapan gaji tunggal. Langkah ini diyakini mampu menghapus peluang adanya penghasilan ganda akibat rangkap jabatan.
“Selain itu, KPK juga mengusulkan pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik, serta penyusunan standar investigasi konflik kepentingan sesuai standar OECD,” tambah Aminudin.
Hasil kajian KPK bersama Ombudsman pada 2020 mencatat, dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang diduga merangkap jabatan, hampir setengahnya tidak sesuai kompetensi teknis. Bahkan, 32 persen di antaranya berpotensi memicu konflik kepentingan. Data ini, menurut Aminudin, menjadi cerminan lemahnya pengawasan sekaligus bukti perlunya regulasi ketat.
Putusan MK sendiri menegaskan bahwa menteri dan wakil menteri dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN atau swasta, maupun pimpinan organisasi yang didanai APBN/APBD. Ketentuan ini diharapkan memperkuat integritas tata kelola pemerintahan.
Dengan adanya dorongan KPK ini, publik menanti langkah pemerintah untuk segera menindaklanjuti putusan MK dalam bentuk peraturan yang lebih tegas. Tanpa instrumen hukum yang jelas, larangan rangkap jabatan dikhawatirkan hanya akan menjadi slogan tanpa daya ikat.
