Berau – Kelompok Tani Usaha Bersama Meraang (UBM) yang beranggotakan 646 orang dengan total lahan seluas 1.290 hektar menuntut keadilan dari PT Berau Coal (BC) atas penggunaan lahan mereka yang telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa kompensasi yang layak. Bersama Pasukan Merah 1001 Mandau, mereka mendesak perusahaan tambang tersebut untuk memberikan ganti untung yang pantas.
Koordinator Lapangan aksi Sair Lubis, menyampaikan kekecewaannya atas tindakan PT Berau Coal yang dinilai tidak adil dan merampas hak-hak masyarakat.
“Bayangkan, bertahun-tahun mereka menggunakan lahan kami untuk aktivitas tambang dan jalur hauling tanpa ada kontribusi apa pun. Padahal, lahan itu sah milik kami berdasarkan keputusan Pemerintah Desa Tumbit Melayu. Jadi wajar jika kami menuntut ganti untung,” tegas Lubis Senin (22/9/2024).
Lubis menambahkan bahwa selama ini pihaknya dihalangi untuk bertani di lahan mereka sendiri, sementara PT BC terus menjalankan operasi tanpa hambatan.
“Kami dilarang bertani di tanah kami sendiri. Tetapi mereka bebas mengeruk hasil dari lahan kami. Ini jelas tidak adil!” seru Lubis.
Menurutnya, mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Provinsi Kalimantan Timur beberapa waktu lalu berakhir tanpa hasil.
“Mediasi yang sudah dilakukan hanya formalitas belaka, mereka tidak serius. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak peduli pada hak-hak kami sebagai pemilik sah lahan,” lanjut Lubis.
Tawaran Kompensasi yang Tidak Masuk Akal
PT Berau Coal menawarkan kompensasi sebesar Rp 5.000 per meter persegi, namun angka tersebut ditolak mentah-mentah oleh Poktan UBM. Mereka menilai tawaran tersebut sangat tidak memadai dan tidak mencerminkan rasa keadilan.
“Kami bukan sekadar menuntut uang. Ini soal harga diri dan hak kami yang diinjak-injak! Lahan kami telah mereka kuasai tanpa izin, dan sekarang mereka tawarkan harga yang tidak masuk akal,” tegas Lubis.
Dia juga mengungkapkan bahwa perjuangan mereka bahkan telah sampai ke Jakarta dan kantor DPRD Provinsi, namun hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang.
“Kami sudah ke Jakarta, ke DPRD Provinsi, tapi suara kami seakan tidak didengar. Kapan pemerintah akan benar-benar bertindak?” serunya.
Menuntut Keadilan untuk Petani
Lubis berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini dan memberikan keadilan bagi masyarakat.
“Kami tidak bisa diam ketika hak-hak kami dirampas. PT BC harus menghormati keputusan Pemerintah Desa Tumbit Melayu yang menyatakan bahwa lahan ini adalah milik kami,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa dalam pembebasan lahan, sistem yang digunakan adalah ganti untung dan bukan lagi ganti rugi. Sistem inilah yang diharapkan dapat diterapkan oleh perusahaan dalam menyelesaikan konflik lahan dengan masyarakat, termasuk dalam kasus ini.
“Kami ingin PT BC menerapkan prinsip ganti untung, bukan sekadar formalitas. Jangan sampai perusahaan terus-terusan merampas hak-hak rakyat kecil tanpa konsekuensi,” tambah Lubis.
Hingga berita ini diterbitkan, PT Berau Coal belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan Poktan UBM. Konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini semakin memanas, dan masyarakat Meraang berharap ada penyelesaian yang adil dan bermartabat.
“PT BC memperoleh keuntungan besar dari tanah kami, sementara kami hanya bisa menelan penderitaan. Ini saatnya keadilan ditegakkan, bukan hanya untuk kami, tetapi untuk semua petani yang tanahnya dirampas tanpa alasan,” pungkas Lubis.

 
		
 
									 
					
