Sidoarjo – Puluhan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Raya Pepelegi, Kecamatan Waru, serta Sawotratap, Kecamatan Gedangan, kembali menyuarakan aspirasi mereka terkait rencana penggusuran lapak setelah Lebaran 2025.
Aspirasi ini disampaikan dalam acara buka puasa bersama yang digelar di Warung Ikan Bakar Lae Lae, Selasa malam
18 Maret 2025. Para PKL yang tergabung dalam paguyuban menyatakan keberatan terhadap rencana penggusuran yang mereka nilai mengancam mata pencaharian mereka.
Sebelumnya, PKL menerima surat pemberitahuan pelanggaran dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Namun, dalam surat terbaru, BBWS menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Tito Pradopo, penasihat PKL yang akrab disapa Bung Tito, menegaskan bahwa PKL tidak ingin bentrok dengan pemerintah dan hanya berharap ada solusi yang adil bagi mereka.
“Awalnya BBWS menyebut PKL sebagai penyebab banjir, padahal menurut kami tidak benar. Setelah kami bersurat, akhirnya BBWS menyerahkan kewenangan ke Pemkab Sidoarjo. Kami hanya ingin kepastian, jangan sampai PKL justru diadu dengan pemerintah,” ujarnya.
Menurut Tito, para PKL mendukung program pemerintah, termasuk upaya penanganan banjir, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Namun, hingga kini mereka belum pernah diajak berdiskusi untuk mencari solusi bersama.
“Kami di sini mendukung program pemerintah, termasuk soal penanganan banjir. Teman-teman PKL juga menjaga kebersihan. Intinya, kami ingin tetap bisa berjualan tanpa harus digusur, karena ini menyangkut kehidupan banyak keluarga,” tambahnya.
Ketua Paguyuban PKL, Buyung alias Daeng Siruah, juga menekankan bahwa para pedagang telah berupaya menyampaikan aspirasi mereka ke berbagai dinas dan DPRD, tetapi belum ada respons.
“Kami tidak menolak kebijakan pemerintah, kami hanya ingin solusi terbaik. Kalau memang harus ada perubahan, mungkin bisa dibuat konsep seperti box cover agar tempat ini tetap bisa digunakan untuk wisata kuliner,” usulnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya melihat program nasional yang mendukung perkembangan usaha kecil menengah (UKM), bukan justru menghilangkannya.
“Pemerintah pusat selalu mendukung UKM, kenapa di daerah malah ada kebijakan yang bisa mematikan usaha kecil seperti ini? Harusnya ada solusi, bukan hanya penggusuran,” tegasnya.
Sementara itu, Pak Udin, salah satu PKL yang sudah berjualan di lokasi tersebut selama lebih dari 30 tahun, mengungkapkan kegelisahannya jika penggusuran tetap dilakukan.
“Saya sudah jualan di sini lebih dari 30 tahun. Kalau digusur, saya harus pindah ke mana? Umur saya sudah 53 tahun, mencari pekerjaan lain sangat sulit. Harusnya pemerintah memberi solusi sebelum menggusur,” keluhnya.
Menurutnya, alasan banjir yang dikaitkan dengan keberadaan PKL tidak bisa dibenarkan begitu saja tanpa ada kajian lebih dalam.
“Kalau memang karena banjir, apakah benar PKL yang menyebabkan? Pemerintah harus melihat situasi lebih jauh sebelum mengambil keputusan,” tambahnya.
Para PKL berharap Pemkab Sidoarjo mau duduk bersama mereka untuk berdialog dan mencari solusi terbaik tanpa harus menggusur para pedagang. Mereka juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan dampak ekonomi bagi para pedagang yang selama ini menggantungkan hidupnya di lokasi tersebut.


