Berau – Merasa sudah terlalu lama diabaikan, Kelompok Tani (Poktan) Usaha Maju dari Desa Tumbit Melayu, Teluk Bayur, Kabupaten Berau, akhirnya mengambil langkah tegas. Kamis (31/10/2024), mereka memasang baliho besar di tepi jalur hauling PT. Berau Coal.

Di baliho itu tertulis pengumuman bahwa pada 3 November mendatang, mereka akan menutup akses lahan seluas 1.290 hektar yang mereka klaim milik warga, jika perusahaan tambang itu tak segera menyelesaikan pembayaran.

Aksi pemasangan baliho ini dipicu ketidakhadiran pihak PT. Berau Coal dalam sidang pertama yang digelar sehari sebelumnya di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb. Bagi warga, ketidakhadiran perusahaan itu dianggap sebagai taktik mengulur waktu.

Ketegangan dengan Security di Lokasi

Saat baliho dipasang, ketegangan sempat terjadi antara anggota Poktan yang didampingi tim hukum, dengan petugas keamanan PT. Berau Coal. M. Rafik, koordinator lapangan Poktan, berkeras memasang baliho meskipun security meminta baliho itu dicopot.

Rafik bahkan menunjukkan bukti kepemilikan lahan di ponselnya.“Kami minta yang punya perintah langsung datang ke sini kalau memang mau protes. Tapi, ya, tidak ada yang datang,” ucap Rafik.“Kami Berhak Pasang Baliho Ini!”

M. Hafidz Halim dari BASA Law Firm, yang mendampingi Poktan, menegaskan bahwa pihak keamanan perusahaan sebenarnya tidak berhak melarang warga memasang baliho di atas lahan yang mereka klaim.

Menurut Halim, ini adalah bentuk protes warga yang selama ini menunggu hak mereka.”Security PT. Berau Coal sempat melarang, tapi dengan argumen hukum yang jelas, kami lanjutkan. Ini tanah warga yang haknya belum dibayar,” jelas Halim.

Halim juga mengingatkan bahwa kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi. Ia menyebutkan kasus serupa di Kalimantan Selatan di mana warga berhasil melawan upaya kriminalisasi perusahaan dengan UU Minerba. “Sudah ada yurisprudensi, jadi kami pastikan posisi hukum masyarakat aman,” tambahnya.

Sindiran: “Kami Warga Kecil Saja Taat Hukum, Harusnya PT. Berau Coal Malu”

Yudhi Tubagus Naharuddin, tim hukum lainnya dari BASA LAW FIRM, menyindir PT. Berau Coal yang dinilainya tidak menghormati proses hukum. Yudhi mengatakan bahwa perusahaan tidak punya hak melarang pemasangan baliho di lahan yang sudah diakui oleh masyarakat.

“Kalau mereka anggap kami salah, laporkan saja. Kami ini warga biasa yang taat hukum. Seharusnya perusahaan besar itu malu kalau mereka sendiri tidak menghormati aturan,” ucapnya.

Ultimatum Penutupan Akses Hauling

Baliho besar yang dipasang ini bukan hanya pemberitahuan, tapi juga peringatan. Warga Poktan menegaskan bahwa jika hingga 3 November tidak ada tindakan dari PT. Berau Coal, mereka siap menutup akses hauling yang digunakan perusahaan untuk operasional tambang.

“Ini bukan sekadar baliho, ini simbol perlawanan kami. Cukup sudah warga desa dirugikan,” tegas Rafik.

Silakan Bekomentar
Share.
Exit mobile version