Samarinda – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur mengutamakan tindakan awal dalam menangani Diabetes Melitus dengan tujuan mencegah potensi komplikasi serius, seperti kebutaan, gagal ginjal, dan risiko kematian.
“Diabetes melitus dapat menimbulkan gangguan pada pembuluh darah dan sistem saraf, yang berujung pada peningkatan morbiditas dan mortalitas,” ujar Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin saat membuka Pelatihan Pengelolaan DM Tipe 2 secara Komprehensif bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) serta Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma FKTP di Samarinda, Senin (11/12/2023).
Jaya menyebut pengendalian kasus Diabetes melitus (DM) sangat kurang di berbagai fasilitas kesehatan baik di tingkat puskesmas, rumah sakit daerah, maupun rumah sakit rujukan.
Berdasarkan Protokol Nasional Penatalaksanaan Klinis (PNPK) untuk Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa, puskesmas perlu memiliki kemampuan untuk memulai terapi insulin.
“Terapi itu sesuai Standard Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang menyatakan dokter umum berkompeten melakukan penatalaksanaan komprehensif mencegah komplikasi DM,” katanya.
Dokter Puskesmas, lanjutnya, hanya dapat melanjutkan resep dari dokter spesialis dalam Program Rujuk Balik (PRB), sesuai Formularium Nasional yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
“Data menunjukkan jumlah pasien DM sangat besar. Ada kebutuhan mendesak untuk mendeteksi diabetes lebih awal, serta mengambil langkah-langkah pencegahan komplikasi,” kata Jaya.
Dia mengatakan sistem kesehatan harus meningkatkan kualitas perawatan diabetes melitus untuk mendukung mereka yang belum terdiagnosis, kelompok berisiko, dan pasien DM.
Dinas Kesehatan Kaltim merekomendasikan pemberdayaan dokter di fasilitas kesehatan primer, termasuk puskesmas, sebagai garda terdepan dalam layanan kesehatan, pencegahan, dan pengobatan DM.
Penguatan otoritas dokter puskesmas dalam memberikan resep insulin, menurut Jaya, diharapkan dapat menjadi langkah efektif perawatan diabetes secara komprehensif.

 
		
 
									 
					
