Samarinda – Ketua Fraksi PAN-Nasdem DPRD Kalimantan Timur, Sigit Wibowo menyebut praktik beras oplosan sebagai kejahatan sistematis yang mengancam keamanan pangan dan merugikan masyarakat secara luas.
“Kadang-kadang kita terlalu percaya pada kemasan,” ujar Sigit, mengkritik lemahnya pengawasan distribusi bahan pokok, khususnya beras, yang baru-baru ini kembali mencuat.
Kasus beras oplosan yang ditemukan dengan isi tak sesuai label dan kualitas jauh dari klaim di kemasan, mendorong Sigit untuk mendesak peningkatan pengawasan dari pemerintah. Ia menyebut bahwa praktik curang ini sangat merugikan konsumen karena sebagian besar masyarakat terbiasa membeli beras kemasan tanpa melakukan pengecekan ulang terhadap berat dan kualitasnya.
“Kadang-kadang produk yang kita pakai sehari-hari kita nggak menyangka, semua sudah dikemas, kita nggak pernah hitung atau timbang lagi. Kita anggap benar saja,” ungkapnya saat diwawancarai, Senin 14 Juli 2025.
Ia membandingkan kasus ini dengan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang pernah terjadi sebelumnya. Menurutnya, kelemahan distribusi dan minimnya pengawasan telah menciptakan ruang bagi kecurangan yang terus berulang dan membuat masyarakat selalu berada di posisi yang dirugikan.
“Harus dicek dulu barangnya. Antisipasi harus ada. Kalau ketahuan, harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Sigit juga menyoroti lemahnya peran instansi terkait dalam menjamin mutu produk di pasaran. Meskipun beras-beras tersebut telah memiliki segel resmi, nyatanya hal itu tidak menjadi jaminan atas keaslian dan kualitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan masih memiliki banyak celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku nakal.
“Kalau ketangkap, tindak tegas produsen. Jangan sampai rakyat terus jadi korban,” ucapnya lagi, menegaskan pentingnya penegakan hukum agar ada efek jera.
Menurut Sigit, kerugian yang ditanggung masyarakat akibat beras oplosan bukan sekadar secara materiil, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan dan ketahanan pangan. Ia menilai bahwa kondisi ini sudah sangat mendesak untuk ditangani melalui langkah terstruktur dan pengawasan ketat di seluruh lini distribusi.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis terhadap produk yang dibeli dan mendorong partisipasi aktif dalam pelaporan apabila menemukan indikasi kecurangan. Bagi Sigit, keterlibatan masyarakat dalam menjaga kejujuran rantai pasok pangan sama pentingnya dengan peran pengawasan pemerintah.
Diketahui, kasus beras oplosan ini terungkap setelah ditemukan puluhan merek beras dalam kemasan yang tidak sesuai label. Banyak yang mencantumkan berat 5 kilogram, namun setelah ditimbang hanya berisi sekitar 4,5 kilogram. Tak hanya itu, ada pula produk yang mengklaim sebagai beras premium, padahal mutu dan rasa jauh di bawah standar.
Praktik seperti ini diperkirakan menyebabkan kerugian hingga puluhan triliun rupiah setiap tahun. Bagi Sigit, hal ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah, penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan perlu segera bertindak lebih tegas dan terkoordinasi.
“Kalau distribusi diawasi ketat, rakyat bisa terlindungi. Jangan sampai masalah ini terus terjadi, karena efeknya luas,” pungkas Sigit.

 
		
 
									 
					
