Samarinda – Ketidakpastian penanganan hukum atas kasus dugaan tambang ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman mendorong DPRD Kalimantan Timur mengambil langkah tegas. Meski Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah dilayangkan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim sejak akhir Mei, belum ada satupun tersangka yang diumumkan hingga kini.
Kasus ini mencuat sejak Senin 7 April 2025 dan resmi naik ke tahap penyidikan pada Senin 19 Mei 2025. Namun, memasuki awal Juli, belum juga tampak kejelasan siapa pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam dugaan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal tersebut. Sebagai respons, DPRD Kaltim menjadwalkan rapat koordinasi lintas komisi pada 10 Juli 2025, pukul 14.00 WITA, untuk mempertegas pengawasan dan tindak lanjut penyidikan.
Rapat akan melibatkan Komisi I (bidang hukum), Komisi III (pertambangan dan energi), dan Komisi IV (lingkungan hidup), yang dinilai memiliki irisan kepentingan langsung dalam aspek hukum, lingkungan, dan tata kelola sumber daya.
“Kami ingin mendengar langsung, sejauh mana progresnya,” ujar Sarkowi V. Zahry, anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Selasa 1 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa publik berhak mendapatkan kepastian atas proses hukum yang berjalan.
Menurut Sarkowi, rapat akan menghadirkan berbagai pihak seperti Polda Kaltim, Gakkum Kementerian LHK, Universitas Mulawarman, Dinas ESDM, dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi. Tujuannya agar semua pihak dapat memberikan penjelasan terbuka terkait posisi dan temuan mereka sejauh ini.
“Penanganan harus komprehensif. Setiap komisi punya fokus masing-masing, dan ini harus dibahas bersama,” tegasnya.
Sarkowi juga menekankan perlunya kolaborasi antar bidang di lingkungan DPRD.
Diketahui, hingga saat ini aparat telah memeriksa 12 orang saksi dan 4 orang ahli, namun belum ada penetapan tersangka. Kondisi ini memunculkan kegelisahan publik, mengingat lokasi tambang ilegal berada di KHDTK, zona yang semestinya diperuntukkan untuk pendidikan dan penelitian.
“Kita tidak ingin masyarakat terus bertanya-tanya tanpa kepastian. Ini soal hukum, lingkungan, dan juga tata kelola sumber daya alam yang menyangkut kepentingan publik,” lanjut Sarkowi.
Ia menambahkan, keterbukaan dalam proses hukum sangat penting agar tidak muncul asumsi liar di tengah masyarakat.
“Kalau memang ada pihak yang harus bertanggung jawab, segera tetapkan. Kalau tidak, jelaskan secara terbuka agar tidak muncul asumsi liar,” tandasnya.
Langkah DPRD Kaltim ini menjadi cerminan keresahan publik yang kian meluas. Banyak pihak mendesak kejelasan dan ketegasan penegakan hukum atas aktivitas tambang ilegal, terlebih lagi ketika aktivitas tersebut berlangsung di kawasan strategis seperti KHDTK Unmul.

 
		
 
									 
					
