Samarinda – Gejolak pasar ekspor batu bara Indonesia akibat penurunan permintaan dari China dan India tengah menjadi sorotan nasional. Kedua negara tersebut mulai mengurangi pasokan dari Indonesia dan beralih ke sumber lain yang menawarkan kualitas batu bara dengan kalori lebih tinggi. Namun, bagi Kalimantan Timur (Kaltim), situasi ini tak serta-merta mengguncang ekonomi daerah.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur, usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD Kaltim ke-22, Rabu 9 Juli 2025. Ia menegaskan bahwa dampak penurunan ekspor batu bara tidak akan langsung menyentuh fondasi ekonomi lokal Kaltim.
“Tidak lah. Batu bara itu bukan hak Kaltim. Tidak ada imbas ke kita,” ujar Guntur.
Menurutnya, satu-satunya sektor yang mungkin terdampak hanyalah dari sisi Dana Bagi Hasil (DBH), yang merupakan distribusi fiskal dari pemerintah pusat ke daerah berdasarkan hasil eksploitasi sumber daya alam. Meski berpengaruh terhadap pendapatan daerah, Guntur menilai ini tidak berdampak langsung terhadap kegiatan ekonomi warga maupun operasional pemerintah daerah.
“Imbas ke kita itu cuma di DBH saja. Yang menyentuh langsung hanya dari sektor pajak alat berat,” lanjutnya.
Komisi II DPRD Kaltim saat ini tengah berfokus untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu sektor yang menjadi perhatian utama adalah pajak alat berat, yang selama ini masih belum tergarap maksimal meski Kaltim dikenal sebagai wilayah dengan aktivitas pertambangan yang padat.
“Kita lagi gencar mendata sedetail mungkin semua perusahaan. Sementara ini penerimaan pajak alat berat itu kecil. Harapan kita bisa meningkat,” terang Guntur.
Ia memaparkan bahwa terdapat lebih dari 800 perusahaan tambang yang beroperasi di Kaltim. Jika proses pendataan dan pengawasan dapat dimaksimalkan, potensi penerimaan pajak dari alat berat bisa sangat signifikan.
“Bayangkan saja, Kaltim ada sekitar 800 perusahaan. Nggak usah semua, kalau 5 alat berat dikali 800 saja sudah berapa,” ucapnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan dampak penurunan ekspor terhadap sektor ketenagakerjaan, Guntur mengatakan belum ada tanda-tanda pelemahan berarti di lapangan.
“Kita berharap imbas negatifnya tidak terjadi. Khususnya bagi tenaga kerja. Jangan sampai ada yang dirumahkan karena kondisi pasar,” ujarnya.
Guntur juga menyampaikan optimisme bahwa kebutuhan domestik terhadap batu bara masih cukup tinggi. Ia menyoroti peran batu bara dalam pembangkitan energi listrik, khususnya dalam mendukung operasional PLTU yang tersebar di berbagai wilayah.
“Kita juga banyak menggunakan batu bara untuk PLTU. Sekarang sudah banyak yang tidak pakai diesel, tapi beralih ke gas dari batu bara,” tuturnya.
Di tengah tekanan pasar global dan penyesuaian arah ekspor, Guntur menilai Kalimantan Timur tetap memiliki ruang gerak strategis untuk menjaga keseimbangan ekonominya. Optimalisasi PAD dan pemanfaatan potensi lokal menjadi kunci penting untuk mengurangi ketergantungan pada fluktuasi pasar internasional.
“Meski China dan India mengurangi impor, kita harus tetap fokus pada peluang yang ada di dalam negeri. Salah satunya memperkuat pajak dan PAD,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
