Kutai Timur – Rencana pembangunan bandara baru di Kutai Timur masih menghadapi sejumlah kendala, terutama terkait dengan biaya operasional.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kutai Timur Jimmi, menyatakan meskipun ada keinginan untuk membangun bandara baru, keputusan tersebut harus sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Kita harus mengikuti kebijakan dari pusat apakah masih boleh membuka bandara baru dengan menitipkan jadwal penumpangnya,” ujar Jimmi saat wawancara belum lama ini.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil survei dari Dinas Perhubungan, jumlah penumpang saat ini tidak mampu menutupi biaya operasional bandara.
“Kalau hasil survei Dinas Perhubungan itu jumlah penumpang tidak mampu menutupi biaya operasional bandara. Jadi meskipun dibuka tetap belum memungkinkan,” jelasnya.
Jimmi menekankan, keberlanjutan operasional bandara sangat bergantung pada jumlah penumpang yang menggunakan fasilitas tersebut. Tanpa jumlah penumpang yang memadai, biaya operasional bandara akan menjadi beban yang tidak ekonomis bagi pemerintah daerah.
Harapannya rencana pembangunan bandara baru ini sebenarnya dapat meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di Kutai Timur.
Namun, dengan hasil survei yang menunjukkan rendahnya jumlah penumpang. Perlu melakukan evaluasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa investasi ini benar-benar memberikan manfaat jangka panjang.
Pemerintah daerah Kutai Timur saat ini sedang berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah ini. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah meminta PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk memperpanjang runway di Bandara Tanjung Bara agar pesawat Boeing bisa mendarat. Hingga saat ini, permintaan tersebut belum mendapatkan respon dari pihak KPC.
“Sebenarnya pemerintah meminta KPC untuk memperpanjang runway agar pesawat Boeing bisa masuk, tapi belum mendapat respon dari KPC,” ungkapnya.

 
		
 
									 
					

