Jakarta – Keputusan Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi dalam sidang The United Nations Educational, UNESCO menuai kontroversi, khususnya dari pihak Malaysia.
Presiden Joko Widodo menyampaikan keputusan tersebut melalui unggahan di media sosial, sejumlah warga Malaysia ramai dalam kolom komentar menyatakan bahwa yang seharusnya diresmikan adalah bahasa Melayu. Mereka berpendapat bahwa bahasa Indonesia sebenarnya adalah bagian dari bahasa Melayu.
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek, Muhammad Abdul Khak, memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa anggapan bahasa Indonesia sebagai bagian dari bahasa Melayu tidak tepat.
Bahasa Indonesia, menurutnya, merupakan bahasa negara, sementara bahasa Melayu adalah bagian dari bahasa daerah di Indonesia.
“Klaim tadi kalau kita dudukkan dengan benar, menurut saya tidak pas. Karena Malaysia sendiri dalam upaya mengangkat bahasa Indonesia menjadi bahasa UNESCO tadi, sama sekali tidak terlibat. Dan nama yang kita ajukan memang bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu,” jelas Khak Kamis (28/12/2023).
Khak juga menyoroti klaim terkait Perdana Menteri Malaysia yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo setuju bahasa Melayu menjadi bahasa ASEAN. Ia menegaskan bahwa klaim tersebut tidak benar, dan Indonesia tetap mengajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
“Padahal kita tahu bahwa Indonesia mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bagi kita orang Indonesia, bahasa Melayu adalah bahasa daerah yang hampir ada di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Kontroversi ini menyoroti sensitivitas isu bahasa di tingkat internasional, dengan Kemendikbudristek menegaskan posisi dan status resmi Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara Indonesia.

 
		
 
									 
					
