Jakarta – Hubungan dua negara Timur Tengah, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), sedang mengalami ketegangan. Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), menuduh sekutunya yang dipimpin oleh Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ), telah melakukan pengkhianatan terhadap negerinya dengan menyerang dari belakang.
Pada Desember 2022, MBS menyampaikan hal tersebut secara tertutup kepada wartawan lokal yang dikumpulkannya di Riyadh. Berita ini baru-baru ini diungkapkan oleh Wall Street Journal (WSJ) dalam laporan mereka pekan ini.
Pertemuan Tertutup MBS dan UEA
Dalam pertemuan tertutup di Riyadh, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dilaporkan telah menyatakan kekecewaannya terhadap Uni Emirat Arab (UEA) yang dianggapnya telah “menikam dari belakang.” Hubungan sekutu negara yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini terlihat tegang, dan pernyataan MBS menimbulkan pertanyaan tentang masa depan hubungan dua negara tersebut.
“Sekutu negara selama puluhan tahun, UEA, menikam kita dari belakang,” kata MBS, menurut orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu.
“Mereka akan melihat apa yang bisa saya lakukan,” tambahnya.
Keretakan dalam hubungan antara MBS yang berusia 37 tahun dan mantan mentornya, Presiden UEA (MBZ), memang telah dilaporkan terjadi. Hal ini diyakini terkait dengan persaingan geopolitik dan ekonomi di Timur Tengah serta pasar minyak global.
Perselisihan MBS dan MBZ
Laporan menyebutkan bahwa terjadi perselisihan antara kedua bangsawan tentang siapa yang memiliki keputusan di Timur Tengah, dengan peran Amerika Serikat (AS) semakin menurun. Sumber yang dekat dengan MBS dan MBZ menyatakan bahwa keduanya belum berbicara selama lebih dari enam bulan.
Pejabat AS juga memantau situasi ini dengan cemas. Sumber dari pemerintahan Presiden Joe Biden mengungkapkan kekhawatiran bahwa persaingan di Teluk dapat menghambat pembentukan aliansi keamanan untuk melawan Iran, mengakhiri perang di Yaman, dan memperluas hubungan diplomatik Israel dengan negara-negara Muslim.
“Ini adalah dua orang yang sangat ambisius yang ingin menjadi pemain kunci di wilayah ini dan menjadi pemain pilihan,” kata pejabat itu.
“Pada tingkat tertentu mereka masih berkolaborasi. Sekarang, tampaknya tidak ada yang nyaman dengan yang lain berada di alas yang sama. Secara seimbang, tidak membantu bagi kami jika mereka saling serang,” tegasnya.
Perselisihan dan Persaingan Timur Tengah
Berdasarkan kutipan dari laman yang sama, perselisihan terlihat antara Arab Saudi dan UEA terkait masalah Yaman, yang menyebabkan kesulitan dalam upaya untuk mengakhiri konflik. Selain itu, Arab Saudi dan UEA memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal harga minyak global di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Selain itu, terdapat persaingan dalam upaya MBS untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Arab Saudi pada minyak dengan mengajak perusahaan memindahkan kantor pusat regional mereka dari Dubai, UEA, ke Riyadh, Arab Saudi. Rencana MBS untuk mengembangkan pusat teknologi, menarik lebih banyak turis, dan menciptakan pusat logistik sebagai pesaing posisi UEA sebagai pusat perdagangan Timur Tengah juga menjadi sumber masalah.
Persaingan dan Hubungan Tegang Timur Tengah
MBS juga mengumumkan pembentukan maskapai penerbangan nasional kedua yang akan bersaing dengan Emirates di Dubai pada Maret. Persaingan juga tampak dalam dunia olahraga, di mana Arab Saudi membeli klub Newcastle pada tahun 2021, sedangkan UEA memiliki Manchester City.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi dari Arab Saudi dan UEA mengenai pemberitaan ini, perlu dicatat bahwa keduanya sering kali menyebut diri mereka sebagai sekutu terdekat, meskipun hubungan mereka terkadang tegang. Bahkan sebelum Abu Dhabi meraih kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1971, mereka telah memiliki hubungan yang erat.

 
		
 
									 
					
