Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan agenda pemeriksaan lanjutan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024.

Langkah ini diambil setelah rangkaian pemeriksaan saksi dari internal Kementerian Agama (Kemenag), termasuk mantan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Jaja Jaelani serta Nur Arifin pada Rabu 17 September 2025. Fokus penyidik membentang dari proses penetapan kuota tambahan, mekanisme distribusi, hingga dugaan jual beli kuota yang diduga menabrak aturan.

Menurut juru bicara KPK Budi Prasetyo, penyidik ingin menelisik apakah kebijakan dan pelaksanaan di lapangan berjalan sesuai koridor. Selain memanggil pejabat di Direktorat Bina Haji dan Umrah, KPK juga membandingkan keterangan lintas pihak untuk memetakan alur kebijakan yang berujung pada praktik komersialisasi kuota. Yaqut sebelumnya sudah diperiksa pada Kamis 7 Agustus 2025 ketika perkara masih penyelidikan, serta pada Senin 1 September 2025 setelah status perkara resmi naik ke penyidikan.

“Penyidik masih terus melakukan pemanggilan para saksi, termasuk hari ini ada pihak-pihak yang dipanggil diminta keterangan, yaitu dari pihak-pihak di Kementerian Agama, di antaranya di Direktorat Bina Haji dan Umrah ya,” ujar Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/9/2025).

“Apakah sudah sesuai atau belum, prosedurnya seperti apa, dari pembagian kuotanya, termasuk di lapangan diketahui adanya jual beli kuota, kemudian ada yang keberangkatannya tidak sesuai antrean, nah itu seperti apa pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Agama,” jelas Budi.

Di ruang penyidikan, salah satu simpul perkara ialah tambahan 20.000 kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia pada 2024 yang diformalkan melalui SK Menteri Agama bertanggal 15 Januari 2024. Tambahan itu dipatok 50:50: masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus. Kebijakan tersebut dituding bertentangan dengan Pasal 64 UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur komposisi 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.

“Keputusan menteri dilakukan plotting atau pembagian kuota haji khusus dan juga kuota haji reguler. Jadi hasil-muasalnya didalami oleh penyidik, sehingga kemudian dilakukan plotting 50%-50% itu seperti apa,” kata Budi Prasetyo, Senin 1 September 2025.

Selain kebijakan, penyidik juga menelusuri arus uang yang diduga mengalir dari perusahaan travel ke oknum pejabat Kemenag. Nominal setoran sebagai commitment fee disebut berada di kisaran 2.600–7.000 dolar AS (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta per kuota dengan kurs Rp16.144,45). Uang tersebut diduga bersumber dari penjualan paket haji berharga tinggi kepada calon jemaah dengan janji percepatan keberangkatan pada 2024, yang pada akhirnya memangkas hak jemaah reguler.

“Dan juga terkait dengan dugaan-dugaan aliran uang dari pembagian kuota haji tersebut itu juga didalami oleh penyidik dalam pemeriksaan hari ini,” ujar Budi.

Dampak domino terpantau ke daerah: alokasi 10.000 kuota reguler yang disebar ke 34 provinsi terbesar di Jawa Timur, disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat diduga ikut tergerus oleh skema tambahan kuota.

Sekitar 8.400 jemaah reguler yang menunggu bertahun-tahun disebut gagal berangkat. Di sisi lain, KPK telah menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan, Senin 8 September 2025 senilai sekitar Rp6,5 miliar yang diduga dibeli menggunakan dana commitment fee. Kerugian negara diperkirakan menembus lebih dari Rp1 triliun, sementara penetapan tersangka belum diumumkan.

Kasus ini berakar dari informasi tambahan kuota hasil pertemuan tingkat tinggi Indonesia–Arab Saudi pada 2023. Lobi sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat diduga berujung pada skema pengelolaan kuota khusus oleh biro swasta, lengkap dengan porsi petugas, dan meninggalkan persoalan kepatuhan regulasi serta keadilan antrean jemaah.

Pada akhirnya, KPK menyatakan proses pemanggilan saksi dan pendalaman dokumen akan terus berjalan untuk mengurai konstruksi perkara sebelum menetapkan pihak yang bertanggung jawab. Publik menanti ujung penyidikan yang diharapkan mengembalikan marwah pengelolaan haji yang adil dan transparan.

Silakan Bekomentar
Share.
Exit mobile version