Samarinda – Di tengah derasnya arus informasi digital, politisi Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, menyerukan pentingnya kolaborasi untuk memperkuat budaya literasi masyarakat. Ia menilai literasi adalah garda depan dalam menyaring informasi yang semakin bebas mengalir di ruang publik dan sangat memengaruhi persepsi sosial.
Menurut Darlis, tantangan saat ini bukan sekadar volume informasi yang membanjiri masyarakat, melainkan kemampuan publik untuk memilah mana yang fakta, mana yang hoaks. Ia menegaskan bahwa literasi yang kuat adalah kunci agar masyarakat tidak mudah terombang-ambing oleh narasi yang menyesatkan.
“Sekarang semua orang bisa membuka apa saja, literasilah yang menjadi penyaring. Tanpa itu, publik mudah terombang-ambing oleh informasi yang tak jelas,” ucap Darlis saat diwawancarai belum lama ini.
Sebagai anggota DPRD dari Fraksi PAN-Nasdem sekaligus Sekretaris Komisi IV, Darlis menekankan bahwa peningkatan literasi tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Ia mengajak semua elemen media, perguruan tinggi, dan komunitas masyarakat untuk terlibat aktif membentuk budaya literasi yang kokoh dan berkelanjutan.
“Ini bukan hanya tugas pemerintah. Media, perguruan tinggi, dan semua pihak harus turun tangan. Kita harus bergandengan agar literasi di Kalimantan Timur bisa terus meningkat,” ujarnya.
Ia juga membedakan antara minat baca dan kemampuan membaca. Menurutnya, masyarakat Indonesia sebenarnya memiliki minat baca tinggi, tetapi masih rendah dalam hal kemampuan memahami dan mengkritisi bacaan yang dikonsumsi.
“Minat baca kita tinggi. Tapi kemampuan membacanya rendah. Orang suka baca, tapi tidak tahu bacaan itu membawa nilai atau tidak. Di situlah pentingnya penguatan kemampuan literasi,” tegas Darlis.
Tak hanya itu, sebagai anggota Badan Anggaran DPRD, ia turut mendorong perlunya dukungan pendanaan untuk program literasi di berbagai tingkatan. Ia mencontohkan beberapa program seperti perpustakaan keliling, pojok baca di kelurahan, hingga pelatihan menulis dan membaca kritis.
“Jangan hanya wacana. Perlu intervensi nyata. Perpustakaan keliling, pojok baca di kelurahan, dan pelatihan menulis atau membaca kritis bisa jadi program konkret,” sarannya.
Dengan dukungan regulasi dan anggaran, Darlis yakin peningkatan literasi akan berdampak besar bagi masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah pesisir dan pedalaman Kalimantan Timur.
“Kalau kita ingin generasi tangguh menghadapi zaman digital, kita mulai dari literasi. Itu modal untuk membentuk karakter, daya nalar, dan integritas masyarakat,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
