Kutai Timur – Anggota DPRD Kutai Timur, Yan, melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah pusat yang mengambil alih kewenangan perizinan usaha dari pemerintah daerah. Ia menyebut bahwa pengalihan kewenangan ini melemahkan posisi daerah dalam mengatur perusahaan yang beroperasi, hingga berdampak langsung pada kepentingan masyarakat. Dalam pandangannya, otonomi daerah kini hanya menjadi simbol tanpa kekuatan nyata untuk mengontrol kebijakan strategis di wilayahnya.
“Kita lemah karena wewenang izin itu di pusat, jadi bupati tidak bisa memaksakan. Kalau saja wewenangnya ada di bupati, bisa langsung cabut izinnya kalau perusahaan tidak melaksanakan aturan. Tapi sekarang, mereka aman-aman saja, tidak patuh pada kepala daerah,” ungkap Yan belum lama ini.
Ia menjelaskan bahwa situasi ini mengakibatkan pemerintah daerah tak punya wewenang untuk menindak tegas perusahaan yang merugikan rakyat. Yan mengakui bahwa aturan ini melemahkan daerah dalam menjaga dan melindungi kepentingan masyarakat, termasuk dalam menjaga infrastruktur daerah yang rusak akibat aktivitas perusahaan.
Ia juga menilai bahwa perusahaan kini merasa tidak terancam dengan pengawasan daerah, karena pengaturan izin sepenuhnya diatur pemerintah pusat, dan pengawasan dilakukan oleh mereka yang secara langsung tidak melihat dampaknya di lapangan.
“Pengawasan dan anggaran sepenuhnya diatur pusat, bukan daerah. Sebagai contoh, di wilayah Rantau Pulung, jalan umum digunakan oleh perusahaan untuk mengangkut alat berat dan minyak sawit mentah (CPO). Ini membuat jalan cepat rusak, padahal jalan umum punya standarnya sendiri, dan sekarang rakyat yang menanggung akibatnya,” jelas Yan.
Menurutnya, kondisi jalan yang rusak akibat penggunaan oleh alat-alat berat perusahaan telah merugikan masyarakat yang bergantung pada akses jalan yang baik untuk aktivitas sehari-hari.
Lebih lanjut, Yan menyoroti lemahnya penegakan perda karena kewenangan terbatas yang dimiliki pemerintah daerah. Dengan tidak adanya kontrol penuh, bupati atau pihak daerah sulit melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran perusahaan yang merugikan lingkungan atau mengabaikan kepentingan masyarakat.
“Sekarang otonomi daerah ini terasa hanya sebagai simbol. Hak-hak daerah sudah diambil alih pusat. Kita perlu sama-sama memperjuangkan kembalinya hak otonomi daerah sepenuhnya, supaya kita punya wewenang penuh. Dengan itu, kita bisa mengatur kebun, tambang, dan lainnya secara mandiri,” kata Yan.
Ia meyakini bahwa dengan kewenangan penuh, pemerintah daerah bisa mengawasi perusahaan secara lebih ketat dan menyesuaikan regulasi sesuai kebutuhan daerah. Kembalinya hak otonomi daerah akan memberikan kekuatan bagi pemerintah daerah untuk melakukan kontrol penuh dan menjaga kepentingan masyarakat.
“Kalau kita punya wewenang, nilai jual bupati sebagai pemimpin juga meningkat karena memiliki kekuatan penuh untuk mengambil keputusan bagi kebaikan rakyat,” tambahnya.
Ia berharap bahwa DPRD Kutai Timur bersama pemerintah daerah dan masyarakat bisa memperjuangkan kembalinya hak otonomi daerah secara menyeluruh. Yan juga mengajak semua pihak untuk bersatu mengawasi perusahaan yang beroperasi di Kutai Timur, agar aktivitas mereka sesuai dengan aturan yang berlaku serta tidak merugikan masyarakat.

