Samarinda – Polemik panjang soal lokasi operasional SMA Negeri 10 Samarinda akhirnya memasuki babak penting. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa sekolah tersebut harus kembali ke lokasi awalnya di Jalan HM Rifadin, sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Keputusan ini disampaikan Andi Satya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Pendidikan, dan pemangku kepentingan lainnya, Senin (19/5/2025).
Ia menyebut bahwa solusi terbaik adalah mengembalikan SMA 10 ke lokasi lama tanpa mengorbankan pendidikan siswa yang sudah terlanjur menempuh pendidikan di lokasi Education Center.
“Untuk siswa yang saat ini sudah terlanjur bersekolah di lokasi Education Center, kami usulkan agar tetap melanjutkan pendidikannya di sana. Tapi untuk siswa baru hasil SPMB, proses belajar akan dimulai di kampus lama, di Jalan HM Rifadin, Samarinda Seberang,” ujar Andi.
Menurutnya, keputusan ini bukan upaya meninjau ulang isi putusan MA, melainkan untuk mencari jalan keluar damai dan adil atas pelaksanaan putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa pengadilan telah memutuskan pemindahan SMA 10 sebagai batal demi hukum.
“Kita hadir di ruangan ini bukan untuk membahas kembali putusan MA. Putusan itu sudah inkrah, tidak bisa diganggu gugat. Sekarang tugas kita adalah mendukung dan mendorong agar putusan tersebut segera dieksekusi,” tambahnya.
Ia juga meminta Yayasan Melati untuk segera mengosongkan area yang selama ini digunakan sebagai lokasi SMA 10 di Education Center, sebagaimana diamanatkan dalam amar putusan MA. Andi mengingatkan, tanah yang digunakan telah dinyatakan sah sebagai milik Pemprov Kaltim.
Sebagai salah satu pihak yang sejak awal mengikuti perjalanan SMA 10, Andi berharap proses eksekusi bisa berjalan kondusif, tanpa mengorbankan siswa maupun kualitas pendidikan. Ia menyerukan agar semua pihak menahan ego dan berorientasi pada kepentingan siswa serta masa depan pendidikan di Kalimantan Timur.
Dengan keputusan kompromi ini, diharapkan ketegangan soal SMA 10 Samarinda bisa segera mereda, dan seluruh pihak fokus pada penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik dan tertib hukum.

 
		
 
									 
					
