Samarinda -Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dan mitra lainnya. Hal itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan hutan sosial di sepuluh desa di Bulungan pada kamis 9/14/2023.
“Pengembangan ekonomi yang kami tekankan dalam pendampingan ini adalah untuk pengelolaan perhutanan sosial, yakni pengelolaan hutan secara lestari demi pembangunan ekonomi berkelanjutan,” ujar Manajer Senior Program Terestrial YKAN Niel Makinuddin di Samarinda.
Pola Pendampingan SIGAP
YKAN menyampaikan ada sebanyak 10 desa tersebut yang berada di dalam Lanskap Kayan. Sedangkan, pendekatan Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (SIGAP) mengajukan pola pendampingan.
Upaya penguatan tata kelola pemerintahan desa merupakan implementasi dari Pendekatan SIGAP, kemudian tata kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Oleh sebab itu, peran BUMDes sangat vital dalam pengembangan ekonomi desa.
Penyusunan Rencana Tata Guna Lahan (RTGL), termasuk pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) melakukan pendampingan yang tersasar.
Ke sepuluh desa yang mendapat pendampingan sejak 2022 hingga kini itu adalah Desa Long Pelban, Long Bia, Long Peso, Long Buang, Naha Aya, Long Bang, Long Bang Hulu, Long Beluah, Long Sam, dan Desa Antutan.
Desa-desa di Kabupaten Bulungan merupakan desa yang berada di bentang alam daerah aliran sungai (DAS) Sungai Kayan, mulai dari hulu, yakni Desa Pelban, hingga desa yang berada di kawasan hilir, yakni Antutan.
Pihak lain yang melakukan pendampingan dengan YKAN terhadap desa-desa di Bulungan. Pihak lain meliputi Yayasan Pionir, kemudian Yayasan Institute for Research and Empowerement (IRE).
“Potensi dan peluang perhutanan sosial di Lanskap Kayan begitu besar untuk mendukung ekonomi warga, sehingga hal ini kemudian menggerakkan YKAN bersama mitra Yayasan Pioner dan Yayasan IRE untuk mendampingi 10 desa terpilih di Bulungan,” kata Niel.
Untuk tahap pertama pendampingan pada September 2022 hingga April 2023. Akhirnya hal itu memunculkan sejumlah evaluasi, yaitu perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia baik dari aparat pemerintahan desa maupun masyarakat. Selanjutnya belum kuatnya jejaring kemitraan pemasaran produk lokal.
“Hasil evaluasi ini tentu menjadi langkah strategis dalam berkolaborasi secara pentaheliks untuk menguatkan berbagai tata kelola dan jejaring. Semangat kolaborasi pentaheliks ini sejatinya memiliki akar kultural kuat di masyarakat Bulungan. Hal tersebut sering dikenal memiliki prinsip tenguyun (bekerja sama dan gotong royong untuk kepentingan masyarakat luas),” kata Niel.

 
		
 
									 
					
