Samarinda – Penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor tambang dan kebijakan efisiensi anggaran yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 menekan fiskal daerah Kalimantan Timur. DPRD Kaltim kini mendorong upaya pencarian sumber pendapatan alternatif demi menjaga keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyatakan bahwa eksplorasi potensi pendapatan dari sektor-sektor lain kini menjadi urgensi di tengah perlambatan ekonomi. Ia menilai perlambatan ini berdampak langsung terhadap kemampuan serapan dan daya beli daerah dalam APBD 2025 maupun proyeksi 2026.
“Kita ingin mencoba potensi-potensi pendapatan dari sektor lain. Artinya memang ada APBD kita mengalami perlambatan, yang diakibatkan oleh Perpres No.1 Tahun 2025 itu,” ujar Sapto.
Sapto menjelaskan bahwa penurunan harga batu bara dan kebijakan efisiensi pemerintah pusat memperparah kondisi fiskal daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun ikut menurun. Akibatnya, pendapatan dari DBH sektor tambang turun signifikan, termasuk dari sektor Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebesar 1,5 persen.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menanyakan kepada Biro Ekonomi terkait kepastian penerimaan personal income (PI) sebesar 10%, namun belum memperoleh kejelasan.
“Yang jelas tadi dari BPKAD dan Bapenda menjelaskan berapa dana transfer kita, mana yang bisa terpakai, mana yang sudah terealisasi, nanti persisnya akan disampaikan di rapat anggaran,” tambahnya.
DPRD Kaltim kini juga melakukan cross-check terhadap penyebab penurunan pendapatan dari sektor tambang, termasuk kemungkinan penurunan produksi atau anjloknya harga komoditas.
Selain itu, DPRD mendorong optimalisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) dan Pajak Kehutanan Tambang (PKT).
“Selama ini, kerusakan hutan terjadi di sini, tapi pemasukan tidak datang ke daerah kita. Itu yang akan kita perjuangkan,” tegas Sapto.
Ia mengatakan DPRD telah meminta Menteri ESDM untuk hadir dan menjelaskan hal ini kepada Gubernur serta menyurati pemerintah pusat agar Kaltim mendapat pemasukan tambahan dari sektor PKH dan PKT.
Akibat penurunan DBH, proyeksi APBD Kaltim tahun 2026 diperkirakan hanya mencapai Rp18 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar Rp20 triliun.
Situasi ini mendorong Pemprov Kaltim melakukan efisiensi di berbagai sektor. Salah satunya, Musrenbang yang biasa digelar di luar kota, kini dilaksanakan lebih hemat di Lamin Etam, Samarinda.
Dengan tantangan fiskal yang tidak ringan, DPRD Kaltim berkomitmen untuk terus mencari solusi atas pelemahan pendapatan daerah. Sapto memastikan bahwa lembaganya akan tetap memperjuangkan sumber pemasukan yang adil bagi daerah yang selama ini turut menyumbang kekayaan nasional, khususnya dari sektor pertambangan dan kehutanan.
