Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, mengkritik keras ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah penghasil tambang. Ia menilai pemerintah pusat seolah menikmati hasil bumi Kalimantan Timur, namun abai terhadap kerusakan lingkungan yang ditinggalkan.
Ia mendesak pemerintah pusat untuk tidak menutup mata terhadap kerusakan ekologis masif di Kaltim yang terjadi akibat aktivitas ekstraktif seperti pertambangan dan pemanfaatan kawasan hutan.
Menurut politisi Fraksi Golkar itu, hingga kini Kaltim masih berjuang keras untuk mendapatkan keadilan atas Dana Bagi Hasil (DBH), khususnya dari Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) dan Pajak Penjualan Hasil Tambang (PHT). Ia menilai pembagian pendapatan dari sektor ini masih timpang dan belum mencerminkan beban lingkungan yang ditanggung oleh daerah penghasil.
“Kerusakan lingkungan, ekosistem, dan ekologi sebagian besar terjadi di Kaltim. Tapi sebagian besar pendapatan dari sektor itu justru ditarik ke pusat,” ujar Sapto saat ditemui di Samarinda, Sabtu 19 Juli 2025.
Sapto menegaskan bahwa perjuangan DBH seharusnya menjadi isu bersama seluruh pihak di daerah, termasuk eksekutif dan legislatif. Ia menyebut Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud telah berperan aktif menyuarakan tuntutan fiskal ini di tingkat nasional, namun tetap memerlukan dukungan politik menyeluruh dari bawah.
“Kalau hak ini diberikan secara proporsional, tentu APBD Kaltim akan lebih kuat. Kita bisa benahi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dengan lebih maksimal,” tambahnya.
Ia juga mendorong agar Pemprov Kaltim tidak hanya mengandalkan jalur formal, tetapi turut memperkuat diplomasi fiskal agar isu DBH ini tidak berakhir hanya sebagai retorika tahunan. Menurutnya, kebijakan konkret adalah yang paling dibutuhkan.
Tuntutan serupa bukan hanya datang dari Kaltim. Isu keadilan DBH telah menjadi perhatian sejumlah kepala daerah di Pulau Kalimantan. Ketimpangan antara kontribusi ekonomi daerah dengan alokasi anggaran kembali kerap kali mencuat dalam forum nasional.
Kaltim sendiri disebut sebagai provinsi dengan kontribusi besar terhadap pendapatan nasional, khususnya dari sektor energi dan sumber daya alam. Namun, provinsi ini masih menerima porsi DBH yang dinilai tidak sebanding dengan dampak ekologis yang ditanggung.
Dalam berbagai pidatonya, Gubernur Rudy Mas’ud juga menegaskan bahwa perjuangan DBH bukan sekadar soal angka APBD, melainkan menyangkut keadilan pembangunan dan pengakuan negara terhadap peran strategis daerah.
Dorongan DPRD ini menambah tekanan moral dan politik kepada pemerintah pusat agar segera merespons aspirasi tersebut secara serius. DBH yang lebih adil diyakini bukan hanya akan memperkuat kemampuan fiskal Kaltim, tetapi juga menjadi langkah nyata menuju pembangunan berkelanjutan yang setara dan bertanggung jawab.

 
		
 
									 
					
