Kutim – Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Agusriansyah Ridwan, menyoroti pentingnya integrasi dan evaluasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah Kutim.
Dalam wawancaranya, ia menyatakan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) harus ditinjau secara kritis, terutama terkait metode sampling dan kriteria yang digunakan.
“Kita berhak berdebat dari sisi sampling termasuk kriterianya. Pada saat samplingnya itu kita ambil dalam penelitian berbeda termasuk kriteria indikator miskin itu kita rubah bisa saja terjadi kesalahan,” ujar Agusriansyah.
Agusriansyah menjelaskan bahwa ada tiga fokus utama dalam penanggulangan kemiskinan di Kutai Timur: pembangunan infrastruktur, peningkatan UMKM, dan akselerasi masyarakat dalam penanaman pangan serta tanaman multi kultural.
“Penanggulangan kemiskinan itu diantaranya, pertama pembangunan infrastruktur. Kedua, peningkatan UMKM karena itu masif dalam pemerintahan sekarang. Pemerintah telah berupaya lain diantaranya dengan pelatihan, penyediaan lahan, dan pemasaran hingga ke luar negeri,” jelasnya.
Ia juga menyoroti akselerasi dalam sektor pertanian, dengan contoh kebun bawang yang kini mulai berkembang. Menurutnya, perubahan persepsi masyarakat terhadap sektor pertanian dan pariwisata telah membuka peluang baru, seperti agrowisata yang semakin diminati.
“Jika dulu orang jijik turun ke sawah, berbeda dengan sekarang. Banyak wilayah yang sudah menjadi tempat wisata. Jadi agrowisata itu dalam rangka peningkatan,” katanya.
Agusriansyah menambahkan bahwa evaluasi capaian pembangunan harus dilakukan dengan objektif dan melihat jangka panjang. Menurutnya, waktu tiga tahun tidak cukup untuk menilai keberhasilan program pembangunan yang bersifat berkelanjutan.
“Dalam pembangunan itu ada yang suistanable, berkelanjutan, dan tidak berkelanjutan. Dalam bidang infrastruktur, pertanian, dan pariwisata itu sifatnya sustainable. Tidak bisa diukur hanya oleh satu kepemimpinan,” tegasnya.
Ia mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mengevaluasi langsung data di dinas terkait dan melihat Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk memastikan peningkatan yang terjadi.
“Seluas wilayah Kutim dengan APBD segitu dalam waktu dua tahun ini, saya kira tidak bisa dikatakan tinggi. Kita perlu fokus mencapai target, terkhusus birokrat yang tidak mampu menjewantahkan amanat kepala daerah,” pungkas Agusriansyah.

 
		
 
									 
					

