Samarinda – Polemik bangunan di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) kembali mencuat ke permukaan.
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PKB, Jahidin, mengungkap keberadaan 14 bangunan yang berdiri di Jalan Angklung, RT 34, Kelurahan Dadi Mulya, Kecamatan Samarinda Ulu, dengan menyebut sebagian besar di antaranya didirikan secara ilegal.
Dalam interupsinya pada Rapat Paripurna ke-18 DPRD Kaltim, Kamis (12/6/2025), Jahidin menegaskan bahwa hanya tiga bangunan yang memiliki manfaat sosial, sementara sebelas lainnya, termasuk beberapa kafe, patut diduga tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Di atas tanah milik Pemprov itu kini berdiri 14 bangunan. Tiga di antaranya, seperti Kantor Kelurahan Dadi Mulya, sekretariat HMI, dan sekretariat Persatuan Haji Indonesia, masih kita maklumi karena manfaatnya untuk pelayanan masyarakat. Tapi yang 11 lainnya, termasuk beberapa kafe, jelas ilegal,” tegas Jahidin.
Lahan tersebut dulunya merupakan tanah kosong dan mulai dipadati bangunan dalam lima tahun terakhir. Ironisnya, kawasan itu kini memiliki nilai komersial tinggi, dengan harga per kapling ukuran 15 x 25 meter ditaksir mencapai Rp1,5 hingga Rp2 miliar.
“Kalau kita biarkan, ini bisa jadi warisan turun-temurun oleh pihak yang menyewakan secara ilegal. Padahal, ini tanah negara,” lanjutnya.
Untuk itu, Jahidin mendesak pimpinan DPRD agar memerintahkan Komisi II, yang membidangi urusan aset dan keuangan, menggelar rapat koordinasi gabungan bersama Komisi I (bidang hukum) dan Komisi III (bidang infrastruktur).
Rapat itu nantinya juga diminta menghadirkan instansi teknis seperti Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda, serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Kami ingin rapat gabungan ini bisa mengungkap siapa yang menyewakan, siapa yang membeli, dan bagaimana proses mereka bisa membangun di atas tanah Pemprov. Jika transaksi terjadi secara sehat dan legal, tentu tidak mungkin bisa dilakukan tanpa persetujuan DPRD,” tegasnya.
Jahidin juga menyinggung bahwa Kepala BPKAD Kaltim yang menjabat sejak 2024 kemungkinan belum mengetahui soal bangunan-bangunan ini karena telah berdiri sebelumnya. Namun, menurutnya, kini adalah waktu yang tepat untuk membongkar seluruh fakta di balik status lahan tersebut.
“Saya yakin Kepala BPKAD belum tahu soal ini karena bangunannya sudah ada sebelum beliau menjabat. Tapi sekarang saatnya kita buka semuanya. Kita undang para pemilik bangunan dan gali dari mana sumber kepemilikannya,” ujarnya.
Kasus ini dinilai sebagai bentuk penguasaan aset negara yang tidak semestinya. Jahidin mengingatkan pentingnya penertiban agar lahan milik rakyat tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab, terlebih ketika masih banyak kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum memiliki fasilitas yang layak.
“Ini soal keadilan dan kepatuhan terhadap hukum. Kita harus pastikan aset milik rakyat tidak dikuasai oleh yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
