Samarinda – Banjir yang kembali merendam wilayah perbatasan antara Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Masyarakat mempertanyakan lemahnya koordinasi penanganan, sementara dua pemerintah daerah dinilai saling menghindari tanggung jawab.
Menanggapi situasi ini, Anggota DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menegaskan bahwa solusi jangka panjang hanya bisa dicapai melalui mitigasi bencana yang menyeluruh dan terkoordinasi. Ia menyoroti perlunya kerja sama nyata, bukan sekadar perdebatan atau saling tuding.
“Saya menekankan pentingnya mitigasi. Wilayah seperti Samarinda memiliki topografi berbukit, ditambah dengan aktivitas tambang yang menyebabkan risiko longsor dan banjir. Kutai Kartanegara pun begitu, dengan zona rawa-rawa yang memang rawan banjir tahunan,” ujarnya saat diwawancarai di Gedung B DPRD Kaltim, Senin 23 Juni 2025.
Menurut politisi asal Daerah Pemilihan Kukar ini, konflik antarwilayah hanya memperkeruh keadaan dan memperburuk citra pelayanan publik. Ia mendesak agar pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota menyatukan langkah dengan pendekatan programatis dan berbasis data lapangan.
“Mitigasi bencana harus disinkronkan antara provinsi, kabupaten, dan kota. Tak cukup hanya wacana. Perlu diimplementasikan melalui program, kegiatan, dan kebijakan konkret,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa kawasan Samarinda–Kukar sangat krusial karena menjadi jalur utama pergerakan masyarakat, distribusi barang, serta akses ke pusat industri dan pemukiman padat. Karena itu, pengelolaan banjir di wilayah ini seharusnya menjadi prioritas strategis antarsektor.
Salehuddin mendorong agar perencanaan penanganan banjir dilakukan berbasis data geospasial, memperhatikan topografi dan karakteristik lokal. Menurutnya, tindakan darurat tanpa pemetaan menyeluruh hanya akan membuat banjir menjadi langganan tahunan.
“Kalau hanya mengandalkan reaksi saat banjir sudah terjadi, maka siklusnya akan terus berulang. Kita harus mulai dari pencegahan,” ujarnya lagi.
Ia juga menggarisbawahi peran penting OPD teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, dan BPBD agar memiliki protokol terpadu dalam menangani banjir. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan juga dinilai krusial untuk mengurangi dampak banjir di masa depan.
“Kita harus ubah pola pikir. Banjir bukan takdir, tapi dampak dari banyak hal yang bisa kita kendalikan kalau sungguh-sungguh ditangani,” tutupnya.

 
		
 
									 
					
