Samarinda – Polemik yang terjadi dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kalimantan Timur kian menghangat. Dua anggota Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra dan M. Darlis Pattalongi, membantah keras tudingan bahwa mereka telah melecehkan profesi advokat dalam rapat yang digelar qq1pada Selasa 29 April 2025 di Gedung E DPRD Kaltim.
Mereka menjadi sorotan setelah Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim melayangkan laporan resmi ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim pada Rabu 7 Mei 2025. Laporan itu menyebut adanya tindakan tidak patut terhadap tiga kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda yang hadir dalam forum tersebut, yakni Febrianus Kuri Kefi, Desi Andriani, dan Andula Agustina.
Ketua Tim Advokasi, Hairul Bidol, menyatakan bahwa pengusiran terhadap para advokat itu merupakan bentuk pelecehan profesi hukum yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Kami menyayangkan sikap anggota dewan tersebut. Ini bentuk pelecehan terhadap profesi advokat,” ujar Hairul usai menyerahkan laporan ke BK DPRD Kaltim.
Ia memberi waktu satu minggu kepada lembaga tersebut untuk merespons, sebelum mengambil langkah hukum lanjutan.
Menanggapi laporan itu, Andi Satya menegaskan bahwa RDP telah dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku. Menurutnya, undangan kepada pihak manajemen RSHD telah dikirim jauh hari sebelum pelaksanaan rapat.
“Undangan sudah disampaikan lebih dari seminggu sebelum rapat berlangsung,” ucap Andi Satya saat dikonfirmasi pada Kamis 8 Mei 2025.
Ia menolak disebut melecehkan profesi advokat, dan menyatakan permintaan kepada kuasa hukum untuk meninggalkan ruang rapat dilakukan secara sopan dan berdasar regulasi.
Ia menambahkan bahwa DPRD memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal senada diungkapkan Darlis Pattalongi. Ia menilai ketidakhadiran pihak manajemen RSHD justru menjadi sumber persoalan, karena membuat pembahasan tidak substantif.
“Yang datang malah kuasa hukum, tanpa satu pun dari manajemen. Itu kami anggap tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah,” ujar Darlis.
Menurutnya, kehadiran tim hukum seharusnya didampingi oleh manajemen rumah sakit, mengingat isu yang dibahas menyangkut hubungan kerja dengan pegawai.
Terkait laporan ke BK, Darlis menyatakan kesiapan untuk mengikuti proses klarifikasi. Ia menyebut pelaporan tersebut muncul karena pihak pelapor tidak memahami prosedur kerja DPRD.
“Saya menghormati hak mereka melapor. Tapi saya anggap mereka orang-orang yang mengaku paham hukum, tapi tidak paham tata beracara di DPRD,” katanya.
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, membenarkan bahwa laporan telah diterima dan akan dibahas dalam rapat internal pada Jumat 9 Mei 2025. Ia menyampaikan bahwa pihaknya akan memverifikasi kelengkapan dokumen sebelum memutuskan proses lanjutan.
“Kita akan pelajari surat masuk. Apakah sudah memenuhi syarat untuk diproses selanjutnya ya, kelengkapannya,” kata Subandi.
Dengan pernyataan terbuka dari para pihak, publik kini menanti langkah tegas dari BK DPRD Kaltim dalam menangani polemik ini demi menjaga marwah lembaga legislatif dan profesi advokat.
