Samarinda – Ketimpangan fasilitas pendidikan kembali menjadi sorotan tajam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Kalimantan Timur bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim pada Selasa (10/6/2025).
Dalam rapat yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim tersebut, Anggota Komisi IV, Damayanti, menegaskan bahwa Kota Balikpapan, khususnya wilayah Balikpapan Tengah, belum siap menerapkan sistem domisili dalam proses penerimaan siswa baru.
Menurut Damayanti, permasalahan yang muncul dalam Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, terutama terkait pemerataan fasilitas pendidikan. Ia menyoroti ketimpangan antara sekolah-sekolah di berbagai daerah, yang menyebabkan jalur penerimaan seperti sistem domisili sulit dijalankan secara adil.
“Jika di setiap kabupaten kota fasilitasnya merata, maka SPMB akan berjalan lancar,” ujarnya tegas.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa Balikpapan Tengah bahkan tidak memiliki sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA). Kondisi ini membuat sekitar hanya 51% siswa dapat terakomodir dari jenjang SMP ke SMA.
“Berbicara soal penerimaan jalur domisili sebesar 30 persen, Balikpapan Tengah tidak bisa menerapkannya karena tidak ada sekolah di sana,” ungkap Damayanti dalam forum.
Sistem domisili sendiri merupakan metode penerimaan siswa baru berdasarkan kedekatan tempat tinggal siswa dengan lokasi sekolah, menggantikan sistem zonasi sebelumnya. Namun, sistem ini menjadi tidak relevan jika suatu wilayah tidak memiliki fasilitas pendidikan yang memadai.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Balikpapan, Damayanti menyatakan bahwa ia telah berulang kali menyuarakan realita di lapangan kepada pemerintah provinsi, khususnya Dinas Pendidikan Kaltim. Ia mendesak agar perencanaan jangka panjang dibuat lebih matang dan menyeluruh, termasuk memperkuat koordinasi antar kepala cabang dinas pendidikan, tidak hanya di Balikpapan tetapi juga di kota lain seperti Samarinda.
“Kondisi serupa juga terjadi di Samarinda. Penerimaan siswa setiap tahun kerap menimbulkan masalah karena ketimpangan fasilitas dan persepsi masyarakat yang menganggap hanya sekolah tertentu yang unggulan,” katanya.
Damayanti menambahkan bahwa masyarakat masih memandang sebelah mata sekolah-sekolah pinggiran, dan hanya memburu sekolah favorit. Ia menilai hal ini sebagai tantangan yang harus dijawab dengan meningkatkan kualitas pendidikan secara merata, serta menyosialisasikan bahwa semua sekolah negeri maupun swasta di bawah naungan Pemprov Kaltim memiliki kualitas yang setara.
“Ini tugas kita membuka mata masyarakat bahwa kualitas pendidikan tidak hanya milik sekolah unggulan, tapi harus merata di seluruh sekolah,” tambahnya.
Damayanti menyampaikan apresiasinya terhadap program Gratispoll Pendidikan dari Pemprov Kaltim yang membantu meringankan beban biaya sekolah swasta. Menurutnya, program ini menjadi solusi alternatif bagi siswa yang tidak mendapat tempat di sekolah negeri karena keterbatasan daya tampung.
“Kita patut bersyukur dengan keberadaan Gratispoll. Ini sedikit memberikan ketenangan bagi orang tua, dan sekaligus menjadi upaya perbaikan kualitas sekolah swasta,” tuturnya.
Ia pun berharap pelaksanaan SPMB tahun ini bisa berjalan lebih baik, karena menurutnya, pendidikan adalah kunci masa depan Kalimantan Timur, tidak hanya mengandalkan kekayaan sumber daya alam, tetapi juga kualitas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam menghadapi tantangan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan migrasi penduduk baru ke wilayah tersebut.

 
		
 
									 
					
