Samarinda – Program pendidikan gratis “Gratispol” yang digagas oleh Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji terus menuai sorotan. Meski menuai dukungan luas, terutama dari DPRD Kalimantan Timur, sejumlah aspek teknis pelaksanaannya kini tengah menjadi bahan evaluasi, termasuk soal batas usia penerima beasiswa.
Saat ini, penerima beasiswa Gratispol dibatasi maksimal berusia 21 tahun untuk jenjang S1, 35 tahun untuk S2, dan 40 tahun untuk S3. Aturan tersebut mulai menuai kritik, terutama dari masyarakat yang menempuh pendidikan di luar jalur usia konvensional.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis menyatakan bahwa aturan usia tersebut masih bisa dibuka ruang diskusi apabila dinilai menghambat akses pendidikan masyarakat.
“Kita lihat implementasinya dulu. Kalau ke depan ada hal yang perlu disesuaikan, termasuk soal usia, itu bisa dibicarakan kembali. Tidak harus kaku,” ujar Ananda saat ditemui usai menghadiri Sosialisasi Perda di Samarinda, Kamis (8/5/2025).
Ananda juga menekankan bahwa DPRD tetap berkomitmen mendukung Gratispol sebagai kebijakan strategis peningkatan kualitas sumber daya manusia di Kalimantan Timur. Menurutnya, evaluasi berkala sangat penting agar program ini benar-benar menjangkau sasaran yang tepat.
“Gratispol adalah bentuk investasi pemerintah untuk masa depan generasi muda Kaltim. Kami mendukung penuh kebijakan ini, tapi tentu pelaksanaannya perlu dikawal agar tepat sasaran,” ucapnya.
Selain usia, Ananda menyoroti persoalan fiskal dalam menjaga keberlangsungan Gratispol. Ia mengungkapkan bahwa DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sedang membahas sejumlah penghematan anggaran agar program ini tetap berjalan meski dalam keterbatasan fiskal.
“Ada beberapa penghematan di pos tertentu. Ini langkah realistis agar program-program utama bisa tetap jalan meski dalam kondisi fiskal terbatas,” jelas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Ananda memastikan bahwa DPRD tidak akan tinggal diam dalam mengawal pelaksanaan Gratispol. Ia berharap kebijakan ini tidak hanya menjadi jargon politik, tetapi benar-benar berdampak pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan masyarakat Kaltim.
“Kalau program ini berhasil, maka efeknya akan terasa dalam jangka panjang. Ini bukan soal kepentingan sesaat, tapi tentang memperkuat SDM Kaltim secara berkelanjutan,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
