Samarinda – Jalan penghubung Samarinda-Bontang kembali memunculkan sorotan setelah mengalami kerusakan, meski belum lama diperbaiki. Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, menyampaikan kekhawatirannya akan kualitas infrastruktur yang dianggap tidak sesuai dengan fungsi jalan sebagai jalur logistik utama.
Menurut Subandi, meski proyek perbaikan telah dilakukan tahun lalu, jalan tersebut cepat rusak kembali karena metode dan material yang digunakan dinilai tidak memadai untuk menahan kendaraan bertonase besar. Ia menyebut penggunaan aspal sebagai solusi perbaikan menjadi akar masalah yang menyebabkan kerusakan cepat kembali terjadi.
“Jalan Samarinda-Bontang itu awalnya rusak parah. Tapi tahun kemarin sudah sempat diperbaiki. Hanya saja, saya melihat perbaikannya menggunakan aspal lagi, dan entah itu kualitasnya atau memang tidak sesuai dengan beban jalan itu sendiri,” ujar Subandi, Senin 14 Juli 2025, di Gedung DPRD Kaltim.
Subandi menambahkan, setiap hari jalan tersebut dilalui kendaraan berat, sehingga metode perbaikan harus mempertimbangkan aspek teknis yang lebih kuat dan tahan lama. Ia menyebut beton sebagai material yang lebih ideal untuk proyek semacam ini, ketimbang hanya mengandalkan lapisan aspal.
“Kita ketahui bahwa jalan ini banyak sekali dilewati kendaraan berat. Kalau cuma diaspal, ya kita saksikan lagi kerusakannya. Baru diperbaiki, rusak lagi. Itu yang terjadi,” ucapnya.
Sorotan Subandi semakin menguat setelah Gubernur Kalimantan Timur sendiri merasakan langsung kondisi jalan tersebut saat melakukan kunjungan kerja dari tanggal 12 hingga 14 Juli 2025. Perjalanan itu mencakup rute darat dari Samarinda menuju Bontang dan Sangatta melalui Muara Badak serta Marangkayu di Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Pak Gubernur sendiri sudah menikmati jalan itu, tanpa harus dipetik ya. Begitu jalan baru dikerjakan, kemudian rusak lagi. Harusnya ini jadi perhatian serius,” tegas Subandi.
Ia mengimbau agar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Timur segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perencanaan, pemilihan material, serta kualitas pengerjaan. Subandi juga menilai bahwa perbaikan jalan yang berulang hanya membuang anggaran tanpa hasil signifikan.
“Saya baru-baru ini ke Kutim, dan jalannya memang banyak lubang lagi. Padahal aspalnya masih tergolong baru. Ini harus jadi evaluasi menyeluruh. Jangan sampai perbaikan jalan malah jadi pekerjaan yang tak ada habisnya,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
