Samarinda – Di tengah gema pembangunan dan ambisi besar Kalimantan Timur sebagai tuan rumah Ibu Kota Nusantara (IKN), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kaltim menyuarakan kritik tajam sekaligus harapan.
Melalui rapat paripurna ke-16 di Gedung Utama DPRD Kaltim, Karang Paci, Senin (2/6/2025), Fraksi PKB menyampaikan pandangan umum mereka terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Sekretaris Fraksi PKB, Sulasih, membuka penyampaian pandangan dengan ucapan selamat Hari Lahir Pancasila (1 Juni) dan Hari Lanjut Usia Nasional (29 Mei). Ia menyebut kedua momen itu sebagai pengingat pentingnya menjaga kebinekaan dan menghargai kearifan lansia.
“Pancasila adalah perekat kebangsaan, sementara para lansia adalah penjaga nilai-nilai kemanusiaan yang harus dihormati,” ucap Sulasih.
Fraksi PKB menilai RPJMD periode 2025–2029 merupakan instrumen vital yang menentukan arah kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudi Mas’ud dan Seno Aji. Fraksi ini pun mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang mulai memprioritaskan penguatan generasi muda dan budaya olahraga, dua sektor yang dianggap kurang mendapat perhatian pada RPJMD sebelumnya.
Namun, dalam kesempatan itu, Fraksi PKB juga menyoroti sejumlah ketimpangan yang dinilai belum terselesaikan. Salah satunya adalah masalah pemerataan pendidikan.
“Dari 705 SMP yang ada, hanya tersedia 241 SMA. Ini menunjukkan adanya kesenjangan serius yang bisa mempersulit kelanjutan pendidikan anak-anak Kaltim,” tegas Sulasih.
Tak hanya itu, PKB juga mengungkap bahwa baru 34,55% sekolah di provinsi ini berstatus akreditasi A. Kondisi ini mencerminkan ketimpangan mutu yang perlu segera dibenahi.
Kebijakan pendidikan gratis hingga jenjang S3 juga mendapatkan apresiasi, namun Fraksi PKB meminta kejelasan mengenai dampaknya terhadap keterserapan tenaga kerja.
“Banyak lulusan perguruan tinggi masih menganggur. Artinya, program beasiswa belum sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan pasar kerja,” ujar Sulasih lagi.
Isu lingkungan pun mendapat perhatian khusus. Fraksi PKB menyebut dampak pertambangan batu bara yang belum dibarengi dengan reklamasi maupun reboisasi. Mereka mendesak agar pemerintah mencantumkan langkah konkret untuk pemulihan lingkungan dalam dokumen RPJMD.
Di sisi lain, muncul juga perhatian terhadap hak-hak masyarakat lokal di sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN). Fraksi PKB meminta agar kebijakan pembangunan ke depan tidak mengorbankan masyarakat adat dan lokal.
“Harus ada perlindungan hukum dan sosial bagi masyarakat asli Kalimantan Timur agar tidak tersingkir dari tanahnya sendiri,” ungkapnya.
Program internet gratis desa (Jospol dan Gratispol) juga menuai catatan kritis. Fraksi PKB menganggap, program ini belum prioritas jika 110 desa di Kaltim masih belum mendapatkan akses listrik.
Selain itu, mereka menggarisbawahi belum adanya solusi permanen untuk banjir yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Timur.
Tak kalah penting, PKB mengangkat isu ekonomi kerakyatan. Menurut Fraksi ini, penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu motor utama pembangunan ekonomi lokal.
“Mereka perlu didampingi secara serius, baik dari pelatihan, peralatan hingga akses permodalan,” jelas Sulasih.
Sebagai penutup, Fraksi PKB merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) agar Ranperda RPJMD 2025–2029 dapat dibahas secara lebih rinci dan menyerap aspirasi rakyat secara menyeluruh.
Pandangan Fraksi PKB ini menjadi sinyal penting bahwa pembangunan tidak boleh sekadar mengejar pertumbuhan, tetapi juga harus menyejahterakan.
