Samarinda – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalimantan Timur membeberkan berbagai ironi yang terjadi di lapangan. Dari pupuk subsidi yang langka hingga desa-desa yang belum menikmati listrik, Fraksi PKB menilai masih banyak pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi yang belum terselesaikan.
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Kaltim yang digelar di Ruang Rapat Utama DPRD Kaltim, Selasa (17/6/2025).
Anggota Fraksi PKB, Sulasih, mengungkapkan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi telah menjadi keluhan luas di kalangan petani.
“Kelangkaan pupuk menyebabkan harga melonjak dan menyulitkan petani. Ini harus jadi perhatian bersama, karena menyangkut kemandirian pangan daerah,” ujarnya.
Fraksi PKB menyebut bahwa krisis pupuk tidak bisa dianggap sepele karena berpotensi mengganggu ketahanan pangan dan memperbesar ketergantungan pangan dari luar daerah. Mereka meminta Pemerintah Provinsi Kaltim memperbaiki sistem distribusi serta meningkatkan pengawasan.
Sorotan juga diarahkan pada isu lingkungan. Meskipun data Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kaltim tahun 2024 menunjukkan capaian 76,6 persen sedikit di atas target 76,5 persen, Fraksi PKB menilai angka tersebut tidak mencerminkan kondisi riil.
“Banjir yang kerap melanda hampir seluruh kabupaten/kota di Kaltim, serta kegiatan tambang ilegal, adalah bukti lemahnya pengawasan. Pemerintah harus bertindak tegas. Jangan sampai hukum seolah tak berlaku,” tegas Sulasih .
Kondisi ini, menurutnya, menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan di atas kertas dan realitas di lapangan. Tambang ilegal, yang menjadi momok di sejumlah daerah, dinilai telah menggerus daya dukung lingkungan dan menjadi salah satu penyebab bencana ekologis.
Tak hanya sektor lingkungan, Fraksi PKB juga menyoroti ketimpangan pembangunan infrastruktur akibat lambannya penyerapan anggaran belanja modal. Mereka mencatat masih ada Rp416 miliar anggaran yang belum terserap, yang berpotensi menghambat pembangunan fasilitas publik.
“Pemerintah harus lebih serius mengefektifkan belanja modal, karena belanja ini yang mampu meningkatkan kapasitas layanan dan infrastruktur secara langsung,” kata Sulasih.
Masalah lainnya adalah penyebaran informasi program kerja oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai terlalu tersentralisasi. PKB mengusulkan pembagian kewenangan yang lebih tematik dan otonom bagi tiap OPD agar informasi sampai lebih cepat dan tepat sasaran.
“Berikan kewenangan tematik kepada tiap OPD agar informasi bisa lebih cepat, relevan, dan langsung menyasar masyarakat,” tambahnya.
Kritik tajam juga dilayangkan ke bidang energi. Fraksi PKB mencatat masih ada 110 desa di Kaltim yang belum teraliri listrik. Kondisi ini dinilai kontras dengan fakta bahwa Kalimantan Timur merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di Indonesia.
“Di saat kita bicara tentang digitalisasi dan layanan publik berbasis daring, masih ada desa yang belum dialiri listrik. Ini ironis,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti janji program WiFi gratis untuk desa yang hingga kini belum terealisasi secara merata. Menurutnya, program itu harus berjalan beriringan dengan percepatan elektrifikasi desa agar benar-benar berdampak.
Menutup pandangannya, Fraksi PKB menyerukan pentingnya membangun sinergi yang kuat antara Pemerintah Provinsi dan DPRD untuk mendorong pembangunan yang tidak hanya administratif, tapi juga berdampak langsung bagi masyarakat.
“Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Karenanya, seluruh proses harus berdampak nyata bagi masyarakat: baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan,” pungkas Sulasih.
