Samarinda – Isu keterlambatan pencairan insentif guru honorer swasta di Kalimantan Timur kembali menghantam ranah publik. Komisi IV DPRD Kaltim menyuarakan keprihatinannya dan mendesak perbaikan sistem data pendidikan yang menjadi akar persoalan.
Masalah ini mencuat setelah berbagai keluhan dari guru honorer di sejumlah daerah terkait insentif yang belum diterima sesuai jadwal. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menilai keterlambatan ini bukan hanya soal teknis, tetapi menyentuh hak dasar tenaga pendidik yang kerap terlupakan.
Menurut Darlis, insentif yang seharusnya menjadi bentuk penghargaan atas jasa guru honorer, justru menjadi beban psikologis karena proses pencairan yang lamban. Ia menyoroti pentingnya ketelitian data dan koordinasi lintas institusi, mulai dari sekolah, dinas pendidikan daerah, hingga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Penyaluran insentif itu sebenarnya sangat bergantung pada pemerintah daerah, terutama bagaimana mereka menyampaikan data dasar guru ke Kementerian,” ungkap Darlis, Jumat (23/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa masalah utama sering kali terletak pada ketidaksinkronan data antara instansi terkait. Ketika data dasar guru yang masuk ke sistem nasional tidak akurat atau tidak lengkap, maka pencairan insentif akan tersendat.
Darlis menekankan pentingnya peran sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebagai basis utama kebijakan pendidikan, termasuk penyaluran insentif. Namun, kelemahan dalam penginputan data dan lemahnya koordinasi membuat sistem ini tidak berfungsi optimal.
“Data dari sekolah ke dinas, lalu ke pusat, itu harus benar-benar sinkron. Kalau tidak, ya prosesnya pasti lambat,” tegasnya, meminta semua pihak bersikap lebih teliti dan bertanggung jawab.
Ia mendesak Kementerian dan Dinas Pendidikan Kalimantan Timur segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme kerja Dapodik, tidak hanya secara teknis tetapi juga melalui komitmen kolaboratif antarlembaga.
Darlis juga mengingatkan bahwa guru honorer swasta merupakan pilar penting dalam sistem pendidikan, terutama di wilayah-wilayah yang belum seluruhnya terlayani oleh guru PNS. Ketika insentif mereka terlambat, tidak hanya kesejahteraan yang terganggu, tetapi juga mutu pendidikan secara keseluruhan.
“Kalau melihat kebutuhan para guru honorer saat ini, sudah pasti masih sangat kurang. Maka jangan sampai insentif yang seharusnya membantu, malah terlambat disalurkan dan memperparah keadaan mereka,” ujarnya.
Masalah keterlambatan ini menjadi sorotan penting, dan publik kini menanti tindak lanjut nyata dari pemerintah dalam memperbaiki sistem penyaluran hak tenaga pendidik swasta.
