Kutai Timur – Telemedicine, yaitu layanan klinis jarak jauh menggunakan teknologi informasi, semakin populer sejak pandemi COVID-19. Fenomena ini melonjak hingga 600% selama pandemi, mengubah cara masyarakat berinteraksi dengan layanan kesehatan. Kini, daerah-daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Timur, mulai menerapkan teknologi ini.
Anggota Komisi A DPRD Kutai Timur, dr. Novel Tyty Paembonan, menilai telemedicine sebagai langkah maju dalam modernisasi pelayanan kesehatan, tetapi menyadari Kutim banyak tantangan yang harus diatasi jika ingin menerapkan ini.
“Kita perlu memastikan bahwa sinyal komunikasi di daerah kita cukup baik. Telemedicine memang lebih umum di perkotaan. Namun tidak ada salahnya jika diterapkan di daerah-daerah pelosok,” ungkap dr. Novel saat ditemui di sekretariat DPRD Kutim, Senin (5/8/2024).
Menurut Novel, masyarakat Kutim masih merasa tabu dengan telemedicine. Sebenarnya, layanan ini dapat memberikan banyak manfaat, terutama dalam situasi seperti pandemi COVID-19, di mana kontak fisik dengan pasien harus dihindari.
Telemedicine memungkinkan pasien untuk berkonsultasi langsung dengan dokter, tanpa perlu bertemu secara langsung, yang dapat mengurangi rasa malu.
Namun, dr. Novel juga mencatat beberapa kendala yang perlu diatasi untuk implementasi yang efektif di Kutai Timur, di daerah pelosok, masalah ketersediaan apotek dan obat-obatan masih menjadi kendala.
Jadi, meskipun telemedicine dapat dilakukan perlu memastikan adanya sarana pendukung seperti sinyal yang stabil, transportasi yang baik, dan tenaga medis yang memadai. Ini penting untuk memastikan layanan telemedicine dapat berjalan dengan baik dan efektif.
“Kami ingin mendengar dari Dinas Kesehatan mengenai tantangan yang dihadapi dalam penerapan telemedicine dan solusi yang bisa diterapkan. Kita harus optimis dan terus berupaya meskipun ada tantangan,” tutupnya.

