Samarinda – Sidang Paripurna ke-18 DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar pada Kamis, 12 Juni 2025 di Gedung Utama DPRD Kaltim berubah menjadi panggung kritik tajam terhadap Pemerintah Provinsi.
Kekecewaan muncul lantaran tidak satupun pejabat tinggi seperti Gubernur, Wakil Gubernur, maupun Sekretaris Daerah hadir dalam forum strategis itu.
Forum yang seharusnya menjadi ruang evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah justru hanya dihadiri oleh perwakilan teknis dan staf ahli dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Hal ini dianggap mencederai semangat transparansi dan akuntabilitas, serta mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap lembaga legislatif.
Makmur, anggota DPRD Kaltim yang juga mantan pejabat eselon di lingkungan Pemprov, mengaku kecewa terhadap sikap eksekutif.
“Yang sering datang ke sini bukan pejabat penting. Untuk kegiatan teknis mungkin masih bisa diterima. Tapi untuk forum seperti ini, seharusnya yang hadir adalah Gubernur atau Wakil Gubernur,” ucapnya lantang.
Ia menambahkan bahwa semasa dirinya menjadi birokrat, kehadiran pimpinan daerah dalam paripurna merupakan kewajiban moral sekaligus bentuk penghormatan terhadap mitra kerja legislatif.
“Saya ini ASN juga, pernah jadi Kabag Umum. Dulu, gubernur atau pejabat penting selalu hadir. Sekarang kok berbeda? Ini soal penghormatan terhadap lembaga,” tambahnya.
Makmur bahkan menyarankan agar ke depan dibuat sistem pengawasan kehadiran yang lebih ketat bagi pejabat tinggi dalam agenda paripurna. Ia khawatir jika ketidakhadiran seperti ini dibiarkan, maka akan melemahkan legitimasi demokrasi lokal.
“Kalau yang datang hanya staf, seolah-olah tidak ada pejabat di dalam sistem. Saya mohon, ke depan hal seperti ini jangan terulang lagi. Ini pesan moral dari saya,” ujarnya.
Kritik juga datang dari Abdul Giaz, anggota dewan lainnya yang menyayangkan minimnya partisipasi OPD dalam forum itu.
“Yang datang hanya dua OPD, dan perwakilannya pun sangat sedikit. Tolong, mari kita saling menghargai. Kalau bisa, jangan hanya diwakilkan,” ucapnya tegas.
Sorotan lain dilontarkan oleh Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, yang mengeluhkan belum optimalnya distribusi dokumen terkait pembahasan pertanggungjawaban anggaran.
“APBD itu penuh angka-angka, bukan narasi. Tenaga ahli kami seharusnya dibekali salinan dokumen agar bisa membantu kami dalam pembahasan,” tegasnya.
Ia menilai bahwa ketidakterbukaan dalam penyediaan dokumen akan menghambat kerja legislasi serta proses evaluasi terhadap pelaksanaan APBD.
Paripurna ke-18 ini merupakan bagian dari agenda tahunan yang sangat krusial, yakni pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Pemprov Kaltim Tahun Anggaran 2024. Di forum inilah mestinya terjadi dialog terbuka antara eksekutif dan legislatif untuk mengevaluasi sejauh mana capaian pembangunan daerah.
Namun absennya tokoh-tokoh penting dari pihak eksekutif dinilai menghambat semangat sinergi dan pengawasan, apalagi di tengah berbagai tantangan pembangunan yang membutuhkan koordinasi lintas sektor.
Kondisi ini menjadi refleksi serius tentang bagaimana komunikasi antara dua pilar utama pemerintahan daerah, eksekutif dan legislatif seharusnya dijaga demi kepentingan publik. Legislator berharap peristiwa ini menjadi pembelajaran agar ke depan, agenda penting seperti paripurna tidak lagi dipandang sebelah mata oleh jajaran pimpinan daerah.
