Samarinda – Krisis ekologis di Kalimantan Timur menjadi sorotan tajam Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kaltim dalam Rapat Paripurna ke-23 yang digelar di Gedung B DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda.
Dalam penyampaian pandangan umum terhadap Raperda Lingkungan Hidup, Senin (14/7/2025), Fraksi PKS menekankan urgensi reformasi tata kelola lingkungan secara menyeluruh.
Juru bicara Fraksi PKS, La Ode Nasir, mengungkapkan bahwa Kalimantan Timur sedang menghadapi darurat ekologis yang serius. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, luas lahan kritis di provinsi ini mencapai 1,4 juta hektar. Selain itu, tercatat ada lebih dari 600 lubang tambang yang belum direklamasi dan puluhan ribu hektar hutan hilang setiap tahun.
“Situasi ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan cerminan defisit tata kelola lingkungan yang serius,” kata La Ode Nasir.
Ia menegaskan agar Raperda tidak semata bersifat administratif, tetapi harus mengakar pada prinsip keadilan ekologis dan partisipasi publik. Fraksi PKS mendorong pelibatan masyarakat adat, komunitas lokal, akademisi, dunia usaha, hingga lembaga lingkungan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan lingkungan.
Fraksi PKS juga menyoroti pentingnya perlindungan kawasan ekologis strategis seperti Karst Sangkulirang-Mangkalihat, kawasan konservasi Wehea, Delta Mahakam, serta ekosistem mangrove di Balikpapan dan Berau. Mereka menilai kawasan-kawasan ini harus mendapat perhatian khusus dalam regulasi mendatang.
Sementara itu, beban pencemaran yang tinggi di kota-kota besar seperti Samarinda, Balikpapan, dan Kukar turut disorot. Sampah harian mencapai 2.400 ton, dengan pengelolaan yang dinilai belum optimal. Fraksi PKS juga mengungkapkan bahwa kualitas air sungai besar seperti Karang Mumus, Mahakam, dan Sangatta sudah dalam kategori tercemar sedang hingga berat.
La Ode juga menuntut penguatan pengawasan terhadap dokumen AMDAL, penggunaan sistem peringatan dini berbasis teknologi, serta sanksi hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan.
“Transparansi data lingkungan dan perlindungan terhadap whistleblower harus menjadi bagian integral dari regulasi ini,” imbuhnya.
Untuk pengelolaan limbah, Fraksi PKS mengusulkan adanya pengaturan rinci soal sampah rumah tangga, limbah spesifik, serta pengurangan plastik dengan pendekatan ekonomi sirkular.
Kepada pelaku industri dan pertambangan, PKS menegaskan pentingnya prinsip “polluter pays” bahwa perusak lingkungan harus menanggung seluruh biaya pemulihan. Audit lingkungan secara menyeluruh pun dinilai mutlak dilakukan terhadap sektor berisiko tinggi.
Menutup pandangannya, La Ode menegaskan bahwa pembangunan di Kaltim harus dilakukan dalam koridor keberlanjutan yang adil dan berpihak pada generasi mendatang.
“Raperda ini harus mengusung prinsip intergenerational equity, agar ruang hidup generasi mendatang tidak dikorbankan demi kepentingan jangka pendek,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar pendidikan lingkungan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah serta memperkuat budaya gotong royong dan bersih berbasis kearifan lokal.

 
		
 
									 
					
