Samarinda – Bencana longsor yang menerjang Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, telah menggugah perhatian serius Komisi III DPRD Kalimantan Timur.
Peristiwa yang terjadi pada Rabu, 24 April 2025 ini tak hanya merusak 21 rumah warga dan satu rumah ibadah, tetapi juga menyisakan trauma bagi 88 jiwa dari 22 kepala keluarga yang kehilangan tempat tinggal.
Langkah cepat dilakukan DPRD Kaltim dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan lintas pihak, mulai dari Dinas ESDM Kaltim, PT Baramulti Suksessarana (BSSR), pemerintah desa, hingga perwakilan masyarakat dan kuasa hukum warga terdampak.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, menegaskan komitmen pihaknya untuk mencari solusi menyeluruh dan adil. Ia menyebutkan, perbedaan pendapat soal penyebab longsor menjadi alasan utama DPRD membentuk tim kajian independen.
“Karena dari kajian geologi UNMUL ini menyebutkan bahwa faktor dari bencana alam. Namun dari pihak masyarakat ini beranggapan atau berargumentasi ini adalah faktor daripada aktivitas pertambangan,” ujarnya.
Tim kajian yang akan dibentuk ini akan melibatkan masyarakat, Dinas ESDM, Balai Wilayah Sungai dan Jaringan, serta instansi teknis lainnya. Tujuannya, melakukan verifikasi lapangan menyeluruh untuk memastikan akar masalah secara ilmiah dan objektif.
Di tengah proses kajian, DPRD juga menyoroti pentingnya penanganan pascabencana, khususnya relokasi warga terdampak. Menurut Reza, Pemkab Kutai Kartanegara telah menyatakan komitmen membangun rumah baru atau relokasi secara menyeluruh di atas lahan seluas satu hektare yang disiapkan desa.
Pembangunan kawasan relokasi ini akan dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kukar, dengan desain rumah tipe 36 hingga 45.
“Kalau di pihak kabupaten kan sudah ada inisiatif bahwasannya untuk membangunkan rumah atau relokasi rumah bagi korban yang terdampak,” kata Reza menambahkan.
Di sisi lain, PT BSSR menunjukkan langkah tanggung jawab awal dengan memberikan bantuan sembako kepada keluarga terdampak, khususnya di Dusun Tani Jaya. Tak hanya itu, pihak perusahaan menyatakan siap menanggung kerugian bila terbukti bahwa kegiatan tambang mereka menjadi penyebab longsor.
“Jika ini dampak daripada perusahaan, maka pihak perusahaan siap untuk mengganti rugi maupun juga memberikan lahan sekitar setengah hektare bagi masyarakat yang terdampak tersebut,” ungkap Reza.
Yang menjadi perhatian utama DPRD adalah rumah ibadah yang turut rusak. Reza menekankan pentingnya pemulihan fasilitas keagamaan, baik melalui dana pemerintah maupun kontribusi perusahaan, sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlanjutan kehidupan sosial dan spiritual warga.
Namun, masyarakat terdampak menegaskan harapan mereka agar relokasi tidak sekadar bersifat sementara atau pinjam pakai. Mereka meminta kejelasan hukum atas kepemilikan tanah dan rumah yang akan dibangun, guna menghindari kerentanan serupa di masa depan.
Kondisi di Batuah mencerminkan kerentanan desa yang berada di sekitar wilayah pertambangan. Maka langkah DPRD membentuk tim kajian diharapkan menjadi preseden baik dalam menghadapi konflik serupa, memastikan keadilan ekologis dan perlindungan warga.
