Samarinda – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sigit Wibowo menyoroti pelayanan rumah sakit umum terhadap pasien BPJS Kesehatan. Ia menilai, meski program jaminan kesehatan gratis telah digulirkan pemerintah, namun di lapangan, pasien BPJS masih kerap diperlakukan berbeda dibanding pasien umum.
Ia menggarisbawahi bahwa diskriminasi layanan terhadap peserta BPJS masih sering terjadi, terutama di rumah sakit umum. Selama masa reses, ia kerap menerima keluhan warga yang merasa tak mendapatkan pelayanan setara hanya karena berstatus pasien BPJS.
“Ada warga yang cerita, keluarganya pakai BPJS tapi tetap memilih pindah ke rumah sakit swasta seperti RS Pertamina, karena pelayanannya lebih baik. Ini menunjukkan ada gap kualitas yang nyata,” ujarnya, Senin 14 Juli 2025.
Menurut Sigit, kondisi tersebut mencerminkan adanya masalah struktural dalam manajemen pelayanan publik, khususnya di sektor kesehatan. Ia menyayangkan sikap sebagian tenaga medis atau petugas rumah sakit yang belum sepenuhnya memegang prinsip pelayanan universal tanpa pandang status pembiayaan pasien.
“Kalau sudah pakai BPJS lalu dilayani dengan setengah hati, itu mencederai semangat keadilan sosial. Program ini dibiayai negara lewat APBD, harusnya masyarakat dapat layanan terbaik,” jelas Ketua Fraksi PAN–Nasdem tersebut.
Ia juga mengkritisi bahwa perbedaan layanan ini tidak sejalan dengan komitmen pemerintah daerah yang telah menggelontorkan dana besar untuk sektor kesehatan, termasuk perekrutan tenaga PPPK dan pengadaan fasilitas rumah sakit.
“Sudah banyak PPPK kita tempatkan di rumah sakit. Tapi kalau pelayanannya masih begini, buat apa? Yang kita butuhkan bukan hanya tenaga, tapi juga sikap dan komitmen melayani,” katanya.
Dalam pandangannya, pemerintah daerah perlu lebih proaktif menggandeng rumah sakit swasta agar masyarakat memiliki alternatif layanan yang terjangkau namun berkualitas. Ia menyarankan agar Dinas Kesehatan Kaltim tidak hanya fokus pada rumah sakit milik negara, melainkan juga membina kerja sama pelayanan dengan pihak swasta.
“Rumah sakit swasta itu bukan pesaing, tapi mitra. Kalau pelayanannya baik dan sesuai dengan ketentuan BPJS, justru membantu meringankan beban pemerintah,” ujarnya.
Tak hanya pelayanan langsung, Sigit menegaskan bahwa implementasi visi misi kepala daerah mesti diwujudkan dalam indikator yang konkret, seperti peningkatan mutu layanan kesehatan dan tingkat kepuasan masyarakat.
“Jangan cuma indah di dokumen. Targetnya harus ada: berapa orang yang sakit, berapa yang tertangani dengan baik, berapa yang pulih. Ini yang jadi bukti keberhasilan,” tegasnya.
Diketahui, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengalokasikan anggaran hingga Rp4,7 triliun untuk membiayai program kesehatan gratis, termasuk Gratispol dan Jospol, dua program unggulan yang diharapkan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Namun, menurut Sigit, angka tersebut tidak berarti apa-apa jika tak dibarengi dengan perbaikan kualitas layanan. Ia menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah semestinya bukan hanya penggelontoran dana, melainkan dampak nyata di masyarakat.
“Program sudah jalan, anggaran sudah besar. Tapi kalau masyarakat masih merasa terdiskriminasi, ini harus jadi koreksi. Jangan sampai cuma jadi janji politik yang tak dirasakan rakyat,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
