Kutim – Ketua Komisi D DPRD Kutai Timur Yan, menanggapi dilema kekurangan ruang kelas di SMP dan SD, serta meminta pemerintah segera menangani masalah ini.
Ia menjelaskan, sejak tahun lalu anak-anak terpaksa duduk di lorong, dan menggunakan mushola sebagai kelas darurat.
“Kita tidak mengantisipasi situasi ini. Jika tidak segera diatasi, persoalan akan semakin menumpuk tahun depan,” ujar Yan dalam wawancara, Rabu (10/7/2024).
Sekolah-sekolah di Kutai Timur menghadapi masalah overkapasitas. Masalah utama yang dihadapi adalah kapasitas sekolah negeri yang tidak lagi mampu menampung seluruh siswa yang mendaftar, terutama di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Keterbatasan Lahan Hambat Pembangunan Sekolah Baru di Kutai Timur
Usulan untuk membangun gedung sekolah baru atau menambah ruang kelas sebenarnya sudah dipertimbangkan, namun terkendala oleh keterbatasan lahan.
“Dinas kita juga sudah menyiapkan lahan. Kalau diizinkan dan tidak melanggar hukum, kita juga akan menyiapkan bangunannya lalu kita hibahkan. Itu artinya kita benar-benar siap dan saya menyetujui karena ini hanya menunda problema,” tambahnya.
Selain itu, kewenangan untuk jenjang SMA dan SMK berada di bawah koordinasi Provinsi, bukan Kabupaten. Hal ini membuat DPRD Kutim harus mencari solusi alternatif yang bisa diterapkan segera.
“Terkait kebijakan SLTA yang berada di bawah provinsi, mereka melihat kesiapan pemda kita. Ketika pemda sudah menyiapkan lahannya, maka mereka juga siap membangun,” ujarnya.
Legislator Partai Gerindra itu menyoroti, banyak anak tidak terakomodir di SLTA karena keterbatasan ruang kelas.
Program P3K: Harapan Baru untuk Menambah Tenaga Pengajar di Kutai Timur
“Tahun ini saja sudah banyak sekali data anak kita yang tidak terakomodir di SLTA. Membangun sekolah itu membutuhkan tenaga pengajar, sedangkan kita dibatasi untuk merekrut PK2D. Namun, ada program pemerintah terkait penerimaan P3K yang akan tuntas sampai tahun depan,” jelasnya.
Yan optimis terhadap program penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang dapat mengatasi masalah keterbatasan tenaga pengajar.
“Pembangunan sekolah membutuhkan tenaga pengajar, tetapi kita dibatasi dalam merekrut tenaga kerja kontrak daerah (PK2D). Namun, ada program penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang akan tuntas tahun depan,” jelas Yan.
Terakhir, Yan berharap pemerintah tidak menghentikan pengembangan pendidikan meski ada keterbatasan.
“Saya belum paham mengenai teknis penggunaan dana BOS tahun ini. Apalagi tentang SLTA, tapi kita berharap ini kan konsekuensi dari kemajuan. Maka tidak mungkin pemerintah menyetop sesuatu sementara sekolah pendidikan kita terus berjalan. Nanti mereka ngajarnya di mana kalau distop. Saya kira tidak, kalau sekolah pasti kita membuka lowongan penerimaan,” harapnya.

