Samarinda – Pulau Kumala, ikon wisata di jantung Sungai Mahakam yang pernah menjadi kebanggaan warga Kutai Kartanegara, kini kembali jadi sorotan. Setelah bertahun-tahun tak terurus dan hanya sesekali digunakan untuk acara rakyat, DPRD Kalimantan Timur mendesak agar aset wisata ini kembali menjadi penyumbang nyata bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dorongan itu mengemuka seiring dengan pembangunan wahana waterboom yang ditargetkan rampung pada Desember 2025. Investasi tersebut menjadi harapan baru agar Pulau Kumala tidak lagi menjadi simbol megah yang tak mendatangkan manfaat ekonomi berarti. Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menegaskan pentingnya pengelolaan serius agar nilai investasi mencapai Rp400 miliar tidak berujung sia-sia.
“Ini investasi besar yang dari dulu belum menunjukkan return yang sesuai. Saya menyayangkan ini agak terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujar Salehuddin, Senin 23 Juni 2025.
Pulau yang dahulu ramai dikunjungi wisatawan ini kini dipenuhi wahana rusak, minim penerangan malam, serta tak ada kegiatan wisata rutin. Salehuddin menilai pembangunan waterboom bisa menjadi titik balik, dengan catatan seluruh aset yang ada juga harus dioptimalkan kembali.
“Minimal dengan adanya waterboom, bisa menarik kembali minat masyarakat untuk berkunjung. Bahkan wahana lama yang dibangun zaman Pak Syaukani dulu harus direnovasi agar kawasan ini hidup kembali,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa upaya kerja sama dengan investor seperti Jatim Park sempat diwacanakan, namun kandas karena lemahnya fasilitasi dari pemerintah daerah. Legislator Partai Golkar ini mendesak Pemkab Kukar agar lebih terbuka dan aktif membuka peluang investasi sektor pariwisata.
“Jangan sampai aset sebesar itu dibiarkan begitu saja. Sayang kalau hanya jadi lokasi pesta rakyat tahunan. Potensinya jauh lebih besar dari itu,” tegasnya.
Meski pesta rakyat mendorong perputaran ekonomi skala kecil, namun belum cukup untuk mendorong Pulau Kumala sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya peran aktif Disperindag Kukar, tidak hanya dalam pengelolaan fasilitas umum seperti area parkir, tapi juga mendesain kegiatan ekonomi berkelanjutan.
“Harus lebih riil, ada pemberdayaan masyarakat yang terukur. Bukan hanya musiman. Disperindag bisa dimaksimalkan untuk mendesain kegiatan ekonomi di kawasan ini,” katanya lagi.
Selain persoalan manajemen, Salehuddin juga menyoroti buruknya sistem keamanan dan perawatan. Ia mencontohkan lampu jembatan yang mati, taman gelap saat malam, dan kawasan yang sepi sejak sore hari.
“Di Jakarta, taman bisa buka 24 jam karena sistem keamanannya jelas. Kita di Kukar jam 10 malam sudah gelap dan kosong. Ini yang harus dibenahi,” kritiknya.
Ia berharap proyek waterboom bisa menjadi awal transformasi Pulau Kumala menjadi destinasi wisata unggulan yang berkontribusi signifikan terhadap PAD.
“Investasi Rp400 miliar itu jangan sampai jadi sia-sia, yang penting ada kembalinya ke PAD. Mau kerja sama atau dikelola sendiri, yang penting dimaksimalkan,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
