Samarinda – Kekhawatiran akan tumpang tindih program bantuan pendidikan kembali mencuat di Kalimantan Timur. Anggota DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menyoroti perlunya validasi dan sinkronisasi yang ketat antara program beasiswa Gratispol milik Pemerintah Provinsi dan program Kutim Tuntas dari Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, demi mencegah siswa menerima dua bantuan sekaligus.
Menurut Agusriansyah, pemberian dua beasiswa pada satu penerima tidak hanya melanggar prinsip pemerataan, tetapi juga berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran. Ia menekankan pentingnya akurasi dalam pendataan agar bantuan pendidikan lebih tepat sasaran dan tidak terjadi ketimpangan distribusi.
“Harus ada salah satu yang dicoret dan tidak mungkin Gratispol yang dicoret,” ujarnya, Senin (7/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa program Gratispol yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah memiliki sistem dan jangkauan yang luas, sehingga siswa yang telah terdaftar sebagai penerima Gratispol tidak boleh menerima bantuan dari program lain seperti Kutim Tuntas.
Namun, ia juga mengapresiasi kehadiran program Kutim Tuntas sebagai peluang bagi siswa yang belum terakomodasi dalam skema beasiswa provinsi. Ia menilai, pemanfaatan program daerah sebagai pelengkap bisa memperluas cakupan penerima tanpa menciptakan ketimpangan.
Lebih jauh, Agusriansyah menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan beasiswa Kutim Tuntas pada periode sebelumnya. Ia mempertanyakan keberlanjutan manfaat yang diterima siswa lama setelah program Gratispol mulai menjangkau wilayah-wilayah di Kutai Timur.
Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Kaltim, Agusriansyah juga mengingatkan bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari jumlah program, tetapi juga dari kualitas tata kelola dan keadilannya. Ia mengimbau agar kebijakan pendidikan di tingkat provinsi maupun kabupaten tidak saling berbenturan, melainkan saling memperkuat.
“Jika tidak dikelola dengan sistematis, semangat kesetaraan justru bisa menimbulkan kecemburuan sosial,” tegasnya, seraya mendorong adanya komunikasi lintas pemerintahan guna menghindari ego sektoral.
Ia menegaskan bahwa dalam konteks Kalimantan Timur yang berkembang pesat sebagai pusat pertumbuhan nasional, pendidikan harus menjadi prioritas nyata bukan hanya slogan. Tanpa basis data terpadu dan kebijakan yang harmonis, menurutnya, keberpihakan terhadap siswa akan sulit terwujud.

 
		
 
									 
					
