Samarinda – Banjir yang tak kunjung mereda di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) mendorong DPRD Kalimantan Timur mengusulkan solusi alternatif: pengerukan Sungai Mahakam oleh perusahaan daerah (Perusda). Gagasan ini muncul lantaran birokrasi panjang di tingkat pusat dinilai memperlambat penanganan banjir yang semakin meluas.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur menyampaikan bahwa curah hujan ekstrem dan sedimentasi Sungai Mahakam yang terus meningkat menjadi pemicu utama lambannya air surut di kawasan tersebut. Ia menyebut sedimentasi mencapai 5 hingga 7 sentimeter per tahun dan tidak pernah dikeruk secara serius selama puluhan tahun terakhir.
“Pada saat curah hujan tinggi, alam tidak bisa kita bendung. Salah satu penyebab utama lambatnya air surut di Kukar adalah sedimentasi Sungai Mahakam yang sudah mencapai 5 sampai 7 sentimeter per tahun. Puluhan tahun kita tidak melakukan pengerukan,” ujar Guntur usai Rapat Paripurna ke-22 DPRD Kaltim di Gedung B, Rabu 9 Juli 2025.
Sungai Mahakam sendiri berstatus sebagai sungai strategis nasional, yang berarti pengerjaannya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun, Guntur menilai terlalu bergantung pada pusat justru membuat pelaksanaan pengerukan menjadi lambat. Ia pun menekankan pentingnya melibatkan Perusda sebagai pelaksana teknis alternatif.
“Kalau mengandalkan pusat, prosesnya lama. Kita di Komisi II sudah koordinasi dengan Perusda. Harapannya, Perusda bisa dilibatkan supaya tidak selalu tergantung pada pusat,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pengerukan sangat penting, terutama di wilayah hilir yang mengalami pendangkalan parah. Aliran air saat hujan deras dan pasang laut bisa lebih cepat mengalir ke laut jika sedimentasi dikurangi secara rutin.
“Kalau Sungai Mahakam dikeruk secara rutin, saya yakin air bisa cepat mengalir. Kita bisa lihat saat surut saja pendangkalannya kelihatan sekali,” imbuhnya.
Meski demikian, Guntur mengingatkan agar pengerukan tidak dilakukan sembarangan. Menurutnya, tindakan ini harus memperhatikan aspek ekologi, terutama keberlangsungan spesies pesut Mahakam yang menjadi simbol kebanggaan Kaltim.
“Saya juga khawatir pengerukan ini mengganggu tempat pesut di sekitar Danau Semayang. Kita tidak mau kehilangan spesies yang jadi kebanggaan Kaltim,” katanya.
Lebih lanjut, Guntur mengapresiasi langkah Pemkab Kukar yang telah lebih dahulu membenahi sistem drainase dan infrastruktur pengendalian banjir. Ia menilai koordinasi lintas institusi, termasuk antara DPRD, Pemkab, dan Perusda, harus diperkuat agar penanganan banjir lebih komprehensif dan terarah.
Ia juga menyampaikan harapan kepada pemerintah pusat untuk memberi ruang lebih besar bagi Perusda agar bisa terlibat langsung dalam proyek pengerukan. Menurut Guntur, jika Perusda diberikan kewenangan teknis dan anggaran memadai, pekerjaan bisa dilakukan secara cepat tanpa perlu menunggu proses panjang di tingkat pusat.
“Kalau Perusda diberi kewenangan teknis dan anggaran, pengerukan bisa dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus menunggu lama,” tandasnya.

 
		
 
									 
					
