Samarinda – Program pembebasan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membawa angin segar bagi akses pendidikan tinggi. Namun, di balik sambutan positif masyarakat, muncul catatan penting dari DPRD Kaltim agar kebijakan ini tidak hanya bersifat populis semata.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyampaikan bahwa pembebasan UKT adalah langkah maju dalam pemerataan pendidikan, tetapi tidak boleh mengorbankan kualitas tenaga pengajar dan sarana pendukung kampus. Hal itu disampaikannya usai rapat paripurna di Gedung DPRD Kaltim, Selasa (17/6/2025).
“Kita harus kawal ini. Jangan sampai gratis UKT, tapi kualitas dosennya kita abaikan, kualitas fasilitasnya kita abaikan. Ini bisa membuat tujuan peningkatan SDM malah gagal,” ujarnya.
Darlis menilai, kualitas pendidikan tidak semata-mata diukur dari angka penerima manfaat program, tetapi juga dari mutu pengajaran dan kelayakan hidup tenaga pendidik. Ia mengingatkan bahwa kesejahteraan guru dan dosen merupakan fondasi penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan inspiratif.
“Kalau guru dan dosennya masih hidup dalam kondisi pas-pasan, bagaimana mungkin kita berharap mereka bisa meningkatkan kualitas mengajar?” ucap legislator dari daerah pemilihan Samarinda itu.
Ia juga menyampaikan bahwa ke depan, DPRD Kaltim akan mendorong kebijakan anggaran yang tidak hanya difokuskan pada UKT, tetapi juga memberikan perhatian serius pada tunjangan dan insentif bagi tenaga pengajar, khususnya yang berstatus honorer.
Menurutnya, masih banyak tenaga pendidik honorer yang belum mendapatkan pengakuan administratif karena status akreditasi lembaga pendidikan tempat mereka mengabdi.
“Jangan karena ingin kejar akreditasi, lalu tenaga honorer disembunyikan dari laporan. Mereka juga berkontribusi nyata di ruang-ruang kelas kita,” tegasnya lagi.
Masalah mendasar lainnya, lanjut Darlis, adalah lemahnya sistem data pendidikan di Kalimantan Timur. Komisi IV mencatat masih belum optimalnya database tenaga pendidik yang berdampak pada kebijakan yang tidak tepat sasaran. Ia menekankan perlunya pembenahan sistemik agar intervensi kebijakan dapat berbasis data yang akurat.
Meski menyampaikan kritik, Darlis tetap memberikan apresiasi atas keberanian Pemprov Kaltim dalam menjalankan program UKT gratis di tengah keterbatasan fiskal. Ia mencatat bahwa pelaksanaan program tahun ini masih menggunakan anggaran hasil refocusing pemerintahan sebelumnya, sehingga ruang geraknya cukup terbatas.
Ia pun mendorong agar program ini memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami di Komisi IV juga akan dorong agar payung hukum program ini ditingkatkan dari sekadar Pergub menjadi Perda, agar implementasi dan pengawasannya bisa lebih kuat dan berkelanjutan,” tambah Darlis.
Darlis berharap, kebijakan pendidikan ke depan tidak hanya berorientasi pada jumlah penerima bantuan, melainkan juga menjamin kualitas pembelajaran di setiap jenjang pendidikan.
“Gratis itu penting, tapi pendidikan yang berkualitas jauh lebih penting. Jangan sampai anak-anak kita hanya mendapatkan bangku, tapi tidak mendapatkan kualitas pembelajaran yang layak,” tutupnya.
Sebagai catatan, Pemerintah Provinsi Kaltim telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Kaltim. Kerja sama ini mencakup pembebasan UKT bagi 16.823 mahasiswa baru pada tahun akademik 2025.

 
		
 
									 
					
