Samarinda – Krisis lingkungan kembali menghantui warga Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, setelah semburan gas dan lumpur dari sumur LSE 1176 milik Pertamina Hulu Mahakam (PHM) mencemari sungai sekitar.
Kejadian yang berlangsung sejak Kamis 19 Juni 2025 itu kini berdampak langsung pada kehidupan warga di empat Rukun Tetangga (RT). Sungai yang dulu menjadi tumpuan air bersih berubah warna, berbau minyak, dan memunculkan lapisan limbah di permukaannya.
Masyarakat kini menghadapi kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka terpaksa membeli air galon dalam jumlah besar, bahkan sebagian harus mencari sumber air lain yang belum tentu aman. Situasi ini menambah beban ekonomi sekaligus psikologis bagi warga yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam sekitar.
Kondisi memprihatinkan ini menarik sorotan Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Samsun, yang menyebut insiden tersebut bukan hal baru. Ia menegaskan bahwa pencemaran akibat kegiatan industri migas bukan kali ini terjadi. Ia menyinggung insiden sebelumnya di Muara Badak yang berdampak besar pada mata pencaharian nelayan kerang karena limbah yang mencemari laut.
“Ini bukan kasus tunggal. Kejadian seperti ini sudah pernah terjadi di titik lain. Harusnya menjadi pelajaran penting agar kejadian serupa tidak terulang lagi,” ujar Samsun saat diwawancarai di Gedung B Kantor DPRD Kaltim, Senin, 23 Juni 2025.
Samsun menyatakan bahwa tidak ada pihak lain yang sedang melakukan pengeboran migas di lokasi terdampak selain Pertamina Hulu Mahakam. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa perusahaan pelat merah tersebut harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang timbul.
“Kalau memang terjadi pencemaran, kita bisa lihat siapa yang beroperasi di situ. Yang menambang minyak hanya satu pihak. Maka seharusnya pihak itu tidak tinggal diam,” katanya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya tindakan awal dari internal perusahaan sebelum menunggu tekanan publik atau lembaga. Jika tidak ada langkah cepat, maka DLH provinsi maupun kabupaten harus segera turun melakukan uji laboratorium terhadap air dan tanah untuk mengukur dampak pencemaran.
“Lembaga-lembaga yang memiliki otoritas dan keahlian dalam bidang lingkungan harus segera bertindak. Ini tidak bisa menunggu terlalu lama karena dampaknya sudah dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambahnya.
Politikus asal Kukar itu juga memperingatkan agar tidak ada pengecualian hukum, meskipun pelaku pencemaran adalah perusahaan BUMN. Menurutnya, dalam prinsip hukum lingkungan, semua entitas, termasuk pemerintah sekalipun, harus tunduk pada aturan dan bersedia dimintai pertanggungjawaban jika terbukti merusak lingkungan.
“Semua harus tunduk pada aturan yang berlaku. Gak ada istilah karena ini BUMN jadi gak bisa dipanggil. Bisa. Bila ada pencemaran dan dampaknya merugikan warga, maka siapa pun yang terlibat harus bisa dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.
DPRD Kaltim kini sedang melakukan pemantauan langsung di lapangan. Jika tidak ada langkah konkret dari Pertamina Hulu Mahakam dalam waktu dekat, DPRD membuka opsi pemanggilan terhadap pihak manajemen. Selain itu, Samsun mendorong agar pemerintah daerah tidak bersikap pasif dan segera hadir memberi bantuan darurat berupa suplai air bersih dan pendataan kerugian warga.
Dengan mencuatnya kasus ini, masyarakat dan DPRD menaruh harapan besar agar krisis serupa tidak terus berulang. Tindakan cepat, transparan, dan bertanggung jawab dari perusahaan maupun pemerintah sangat dibutuhkan demi pemulihan lingkungan dan perlindungan hak warga.
