Samarinda – Di tengah derasnya pembangunan perkotaan, krisis air bersih justru menjadi beban yang tak kunjung reda bagi warga Samarinda dan Balikpapan. Seperti ironi di negeri yang kaya air, dua kota besar Kalimantan Timur ini justru bergelut dengan air keruh, distribusi terbatas, dan pasokan air baku yang kian menipis.
Situasi memprihatinkan ini menuai perhatian dari Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo. Ia mendesak pemerintah daerah bertindak lebih cepat dan serius menyelesaikan persoalan yang telah lama menghantui masyarakat. Menurutnya, hingga kini masih banyak kawasan di Samarinda yang belum terlayani air bersih secara layak, sementara Balikpapan menghadapi keterbatasan debit air baku yang semakin genting.
“Samarinda saja belum semua wilayah kebagian air bersih, apalagi Balikpapan yang debit airnya memang kecil. Samarinda masih tertolong Mahakam, makanya kita dorong agar pasokan air benar-benar cukup,” ucap Sigit Wibowo, Senin 14 Juli 2025, di Gedung B DPRD Kaltim.
Beberapa kawasan di Samarinda seperti Air Hitam (Pandan Mekar), Perumahan Borneo Mukti 2, dan Sempaja dilaporkan masih sering mengalami kesulitan mendapat air bersih. Warga pun terpaksa mengandalkan sumur bor atau membeli air galon untuk kebutuhan sehari-hari karena jaringan distribusi yang belum merata.
“Infrastruktur distribusinya lemah, jadi belum semua warga kebagian. Banyak yang terpaksa beli air atau pakai sumur bor,” tambahnya.
Sementara di Balikpapan, kondisi lebih pelik. Waduk Manggar yang menjadi sumber utama air mengalami penurunan debit drastis, sementara permintaan sambungan rumah terus meningkat. Saat ini, dari 14.000 permintaan sambungan baru, hanya sekitar 10.000 yang mampu dilayani.
“Permintaan sambungan rumah baru itu sampai 14.000, tapi yang baru bisa dilayani cuma 10.000. Karena air bakunya memang terbatas,” jelas Sigit.
Tak hanya distribusi, kualitas air juga menjadi masalah. Banyak warga mengeluhkan air keruh atau berwarna, diperparah dengan pencemaran dari limbah industri dan rumah tangga. Hal ini tidak hanya menyulitkan warga, tapi juga menambah beban ekonomi mereka.
“Banyak yang lapor air keruh atau berwarna. Ditambah lagi pencemaran dari limbah industri dan rumah tangga, makin berat bagi warga,” kata Sigit.
Sigit juga menggarisbawahi pentingnya perencanaan jangka panjang dan pemanfaatan potensi Sungai Wain di Balikpapan. Meski berada di kawasan hutan lindung, pemanfaatan dengan pendekatan ekologi yang tepat dinilai perlu agar tidak terus bergantung pada sumber air yang makin terbatas.
“Kita nggak bisa hanya mengandalkan sumber air yang ada sekarang. Harus ada investasi serius, perencanaan jangka panjang. Kalau nggak, krisis ini bakal makin parah,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
