Samarinda – DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim bersikap netral dalam menangani persoalan status Kampung Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur.
Anggota DPRD Kaltim dari daerah pemilihan Kutai Timur, Berau, dan Bontang, Agusriansyah Ridwan menilai netralitas menjadi kunci untuk meredakan ketegangan dan menghindari konflik horizontal.
Menurut Agusriansyah, Pemprov perlu mengedepankan aturan hukum, mengingat Indonesia adalah negara hukum. Mediasi yang bijak, profesional, dan proporsional dipandang menjadi langkah terbaik agar penyelesaian berjalan tanpa keberpihakan.
“Dengarkan baik-baik kedua belah pihak secara profesional dan proporsional. Tidak perlu memberi komentar berlebihan di luar konteks substansi persoalan, supaya terlihat netral dalam menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Secara yuridis dan de facto, Kampung Sidrap merupakan wilayah sah Kutai Timur. Meski begitu, Agusriansyah menyarankan agar penyelesaian fokus pada kesejahteraan masyarakat, pembangunan berkeadilan, dan keberlanjutan, tanpa mempersoalkan identitas kependudukan warga.
“Substansi keberadaan Pemprov adalah menciptakan perdamaian dan membuat terang persoalan, bukan memposisikan diri sebagai pengambil keputusan dalam memberikan argumentasi,” katanya.
Agusriansyah, yang juga Sekretaris Fraksi PKS sekaligus Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, mengingatkan mediator untuk tidak terjebak dalam politisasi kepentingan pihak tertentu. Menurutnya, hal tersebut dapat memicu ketegangan berkepanjangan di masyarakat.
Dasar Hukum Status Kampung Sidrap
Sejumlah landasan hukum yang memperkuat posisi Kutai Timur atas Kampung Sidrap, antara lain:
- Permendagri No. 25 Tahun 2005 tentang Batas Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan Kota Bontang – menetapkan Sidrap masuk wilayah Kutai Timur.
- UU No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Bontang – tidak mencantumkan Sidrap sebagai bagian dari wilayah Bontang.
- Putusan Mahkamah Agung Tahun 2024 – menolak gugatan Pemerintah Kota Bontang terhadap Permendagri No. 25/2005, memperkuat posisi Kutai Timur.
- Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 – penentuan batas wilayah harus berdasarkan aturan tertulis dan putusan lembaga berwenang.
Dengan dasar tersebut, Agusriansyah berharap Pemprov Kaltim berperan sebagai mediator yang memfasilitasi dialog produktif antara kedua belah pihak, bukan menjadi pihak yang memihak salah satu.
“Mari selesaikan masalah ini dengan bijak demi kepentingan masyarakat, tanpa menambah ketegangan politik,” pungkasnya.

 
		
 
									 
					
