Samarinda – Pencapaian SMAN 10 Samarinda yang masuk dalam daftar 12 sekolah unggulan nasional dengan status “Garuda Transformasi” disambut dengan rasa bangga sekaligus refleksi kritis dari DPRD Kalimantan Timur.
Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa prestasi ini patut diapresiasi, namun pengelolaan ke depan harus memperhatikan aspirasi masyarakat di sekitar sekolah, khususnya warga Loa Janan Ilir dan Samarinda Seberang.
Pengakuan terhadap SMAN 10 sebagai satu-satunya wakil dari Kalimantan Timur dalam program nasional tersebut menjadi simbol kemajuan pendidikan di daerah. Namun, menurut Andi Satya, keberadaan sekolah unggulan tidak boleh menjauh dari kebutuhan masyarakat lokal.
Ia menyatakan bahwa pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan lahan sekolah sebagai aset milik Pemerintah Provinsi, sudah seharusnya arah kebijakan pengelolaan dikembalikan pada tujuan awalnya.
“Kita sangat bangga dengan predikat SMA 10 yang masuk 12 sekolah se-Indonesia, dan satu-satunya dari Kaltim. Tapi masyarakat juga berharap agar setelah dikembalikan ke lokasi asal, sekolah ini bisa menyerap peserta didik dari sekitar Loa Janan Ilir, khususnya Samarinda Seberang,” ujar Andi Satya, Senin (19/5/2025).
Polemik mengenai relokasi SMAN 10 dari lokasi awalnya ke kawasan Education Center di Jalan PM Noor sudah lama menjadi perdebatan. Namun dengan kepastian hukum dari MA, posisi sekolah ini dipastikan kembali di bawah kendali Pemerintah Provinsi dan dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menjadi titik terang bagi publik yang selama ini menanti kejelasan status lahan dan arah pengelolaan sekolah.
“Putusan MA sudah jelas, lahan itu milik Pemprov. Aliran dana dan pengelolaan pun sejak awal berasal dari APBD untuk SMA 10 Samarinda. Jadi sudah seharusnya ini dikembalikan dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya untuk masyarakat,” tegas Andi.
Ia juga mendorong Pemerintah Provinsi dan Dinas Pendidikan untuk segera merumuskan sikap terkait status kelembagaan sekolah ini ke depan. Ada dua opsi yang muncul, yakni mempertahankan status sebagai sekolah unggulan nasional, atau membentuk institusi baru yang dapat lebih inklusif terhadap masyarakat sekitar.
“Ini harus dikaji secara komprehensif oleh Disdik dan Pemprov,” tambahnya.
Sementara itu, terkait keberadaan Yayasan Melati yang pernah terlibat dalam operasional sekolah tersebut, Andi menyatakan bahwa jika ada bukti baru terkait hak kepemilikan lahan, yayasan tersebut berhak menempuh jalur hukum. Namun, selama belum ada bukti baru, DPRD akan berpegang pada putusan hukum terakhir.
“Jika nanti Yayasan Melati punya bukti yang kuat dan valid bahwa lahan itu milik mereka, tentu kami persilakan untuk menempuh jalur hukum lagi. Tapi selama tidak ada bukti baru, kita berpegang pada putusan hukum yang ada lahan itu milik Pemprov,” pungkasnya.
