Samarinda – Masalah banjir yang tak kunjung usai di Samarinda mendorong Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, mengeluarkan peringatan keras sekaligus usulan tegas. Ia menilai bahwa tanpa tindakan nyata, kota ini akan menghadapi krisis banjir yang lebih parah dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
“Kalau kita tidak mulai sekarang, lima sampai sepuluh tahun ke depan banjir bisa makin parah. Solusinya sudah ada, tinggal kemauan politik dan eksekusinya saja,” ujar Subandi saat diwawancarai , Senin 14 Juli 2025.
Menurutnya, solusi utama terletak pada pembangunan bendungan pengendali (bendali) di hulu Sungai Karang Mumus, tepatnya di wilayah Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, yang termasuk wilayah Kutai Kartanegara. Subandi menyebut bahwa kawasan tersebut merupakan penyumbang utama aliran air ke Sungai Karang Mumus yang kerap meluap saat musim hujan.
“Pemerintah provinsi harus jadi motor penggerak untuk menyinergikan pembangunan pengendali banjir antarwilayah yang terhubung lewat aliran sungai,” tambahnya.
Selain bendali, Subandi juga menekankan pentingnya revitalisasi Waduk Benanga. Ia mengusulkan pengerukan waduk tersebut sebagai langkah mendesak guna meningkatkan kapasitas tampung air dan mengurangi risiko meluap saat curah hujan tinggi.
“Pembangunan pengendali banjir ini tidak bisa dilakukan setengah-setengah. Kita perlu kolam retensi, folder, embung, saluran drainase, sampai pompa air di titik-titik rawan,” lanjut Subandi, seraya meminta agar langkah-langkah ini dimasukkan ke dalam prioritas penganggaran tahun 2026, baik melalui APBD Provinsi maupun dukungan dari pemerintah pusat.
Subandi juga menyayangkan penanganan banjir yang selama ini cenderung insidental dan reaktif. Ia menilai pemerintah hanya fokus pada tindakan darurat pasca-banjir, bukan upaya pencegahan jangka panjang.
“Kalau kita hanya tambal sulam, maka hasilnya juga akan begitu-begitu saja. Harus ada langkah sistemik dan berkelanjutan,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, ia mendorong optimalisasi drainase dalam kota serta pembangunan embung tambahan di wilayah padat penduduk sebagai bagian dari strategi menyeluruh. Hal ini dinilai penting untuk mempercepat pembuangan air hujan dan mencegah genangan yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Dengan intensitas cuaca ekstrem yang meningkat dan kondisi lingkungan yang semakin rentan, Subandi menyebut Samarinda telah berada di titik kritis. Menurutnya, solusi teknis seperti bendali dan waduk harus segera direalisasikan, bukan lagi sekadar wacana.
“Banjir bukan hanya masalah genangan, tapi juga soal keselamatan warga, kesehatan, dan kerugian ekonomi. Jangan ditunda-tunda lagi,” tutupnya.
Langkah yang diusulkan Subandi ini mendapat perhatian berbagai pihak karena menyentuh akar persoalan banjir di Samarinda. Diharapkan pemerintah provinsi dan kota segera menyusun rencana aksi terpadu yang konkret dan terukur untuk mengatasi bencana yang sudah menjadi momok tahunan warga Samarinda ini.
