Samarinda – Wacana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengambil alih pengelolaan Pulau Kakaban dari Kabupaten Berau memantik sorotan tajam dari legislatif. Anggota DPRD Kaltim, Makmur HAPK, menilai langkah itu rawan konflik jika dilakukan tanpa kajian hukum dan lingkungan yang matang.
Makmur, yang duduk di Komisi IV DPRD Kaltim, mengingatkan bahwa kebijakan ini menyentuh aspek yang sangat sensitif, baik secara ekologis maupun sosial.
“Langkah ini menyentuh aspek sangat sensitif. Baik dari sisi ekologi maupun sosial, tidak bisa dilakukan secara gegabah,” ujar Makmur, pekan lalu.
Pulau Kakaban sendiri merupakan destinasi wisata unggulan di Kabupaten Berau yang terkenal dengan danau ubur-ubur tak menyengat, ikon ekowisata Kalimantan Timur yang memiliki nilai konservasi tinggi. Selama ini, pengelolaan pulau tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berau dengan pendekatan konservasi dan wisata berkelanjutan.
Namun, munculnya wacana pengambilalihan oleh Pemprov Kaltim menimbulkan kekhawatiran publik, terutama soal potensi kerusakan lingkungan dan tergesernya partisipasi masyarakat lokal. Makmur mengkritik bahwa semangat awal konservasi seperti di Kakaban adalah untuk pemberdayaan warga, bukan perebutan kewenangan.
“Dulu dikelola dengan harapan memberdayakan masyarakat, bukan untuk rebutan kuasa,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perlunya sinkronisasi antar aturan dan tingkatan pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih administrasi.
“Pasal-pasal seperti ini harus dikaji dengan benar. Wilayah-wilayahnya harus jelas,” ujarnya, menggarisbawahi pentingnya kepastian hukum.
Tak hanya soal tumpang tindih regulasi, kekhawatiran lain yang disampaikan Makmur adalah potensi eksploitasi berlebihan. Ia mempertanyakan komitmen konservasi jika pengelolaan jatuh ke tangan yang abai terhadap prinsip kelestarian.
“Saya khawatir nanti kalau sudah diambil alih, tidak diawasi dengan baik,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Makmur mengingatkan bahwa terlepas dari siapa yang mengelola, tanggung jawab moral atas keberlanjutan Pulau Kakaban tetap berada di pundak pemerintah daerah, baik di level kabupaten maupun provinsi.
“Bagaimanapun juga, tanggung jawab moral itu tetap di pemerintah daerah,” pungkasnya.
